Saifuddin Quthuz
Abul Ezz
Senin, 16 November 2009
Pembebas Negara Islam Dari Cengkeraman TatarBaghdad akhirnya jatuh ke tangan Hulaghu Khan pemimpin bangsa tatar (Tar-tar), setelah lima abad berperan sebagai pusat Khilafah Islamiyah Al-Abbasiyyah. Adapun daerah Syam yang meliputi Suriah, Libanon, Yordania dan Palestina sedang berada dalam kepungan tatar. Tentu target Hulaghu selanjutnya adalah Mesir.
Wafatnya raja Al-Muiz Izzuddin Aibek, pemimpin kerajaan Mamalik al-Muizziyah di Mesir pada bulan Rabiul Awal 655 H membuat goncangan politik yang hebat, sebab pewaris tahta kerajaan adalah anaknya Al-Manshur Nuruddin Ali terlalu belia, berumur kurang lima belas tahun, didampingi panglima perang kerajaan Mamalik Saifuddin Quthuz, pengawal setia raja Al-Muiz. Hal ini membuat lemah wibawa kerajaan Mamalik Al-Muizziyah di hadapan lawan politik kerajaan meski terlihat peranan besar Quthuz sang panglima.
Kondisi ini memicu timbulnya kekacauan di dalam negeri. Terjadilah pemberontakan besar yang dipimpin oleh Senjer al-Halaby, seorang pembesar Mamalik Al-Bahriyah yang mengusung agar Mamalik Al-Bahriyah kembali berkuasa di Mesir. Dengan terpaksa Quthuz menagkapnya dan beberapa tokoh pemberontak lainnya. Sehingga para pembesar Mamalik Al-Bahriyah melarikan diri ke Syam mengikuti jejak para pemimpin mereka yang sudah dahulu melarikan diri di masa Raja Al-Muiz. Bahkan sebagian mereka mampu menghasut para pemimpin Ayyubiyun di Syam untuk memerangi Mesir. Selain itu kondisi ini juga menghinakan wajah umat Islam di mata penjajah tatar yang ambisius menguasai semua negara Islam.
Melihat berbagai masalah dalam negeri yang penuh dengan pemberontakan, dan ketamakan para pemimpin Ayyubiyun di Syam untuk menguasai Mesir, serta bahaya tatar yang siap menyerang Mesir kapan saja, maka Quthuz memandang tidak ada lagi artinya raja Nuruddin duduk di tahta kerajaan. Tepat tanggal 24 Dzulqaidah 657 H Quthuz mengambil sebuah keputusan berani dengan menurunkan raja kecil Nuruddin Ali dari tahta kerajaan dan naiknya Quthuz sendiri ke tahta kerajaan Mamalik.
Saifuddin Quthuz adalah profil muslim yang hidup di masa lemahnya kekuatan umat Islam, kondisi negara yang buruk dipenuhi dengan pengkhianatan dan kemunafikan para pemimpin Islam kepada umatnya, di tengah lupanya umat islam dengan ajaran Islam, kewajiban jihad dan lebih ridha bercocok tanam sebab cinta dunia dan takut mati. Kondisi yang persis sekali dengan kondisi yang kita rasakan sekarang. Bahkan tempat kejadian, trik-trik yang dipakai negara adidaya ketika itu (tatar) mirip sekali dengan yang dipakai negara adidaya sekarang (Amerika). Seolah Allah mengajar kita dengan sunnah- sunnah-Nya yang pernah berlaku di zaman sebelumnya untuk menjadi ibrah bagi manusia yang berakal.
Saifuddin Quthuz bernama asli Mahmud bin Mamdud, keponakan dari raja Jalaluddin bin Muhammad Al-Khawarizmi, peminpin Daulah Al-Khawarizmiyah yang bepusat di kota Ghazna Afghanistan. Kisah hidupnya sangat menakjubkan. Masa kecil Quthuz hidup dalam lingkungan istana. Hingga datang pasukan tatar menghancurkan Daulah Al-Khawarizmiyah lalu menawan semua keluarga kerajaan. Sebagian mereka dibunuh sementara yang lain dijadikan budak dan dijual di pasar budak Damaskus. Diantaranya adalah Mahmud bin Mamdud kecil. Ia dibeli oleh salah seorang keluarga Ayyubiyun. Lalu berpindah tangan dari satu tuan ke tuan yang lain, dan sampai ketangan raja Al-Muiz Izzudin Aibek. Quthuz adalah sebuah gelar yang berasal dari bahasa Mongol yang berarti "Singa yang garang". Gelar ini diberikan tatar kepadanya karena tabiatnya yang memang dari kecil sudah menunjukkan keberanian yang luar biasa. Sebagaimana para budak lainnya di kerajaan Mamalik, Quthuz kecil ditarbiyah oleh para raja Mamalik untuk mencintai agama Islam dan kitabnya Al-Quran serta memuliakan ulama. Kemudian dibekali dengan seni militer untuk menjadi tentara kerajaan. Jadilah Quthuz seorang muslim yang taat kepada agamanya an kuat kepribadiannya. Dengan kemahirannya dalam militer, iapun diangkat menjadi panglima kerajaan oleh raja Al-Muiz.
Singkat cerita, naiknya Quthuz ke tampuk kekuasaan, karena melihat hanya dengan cara ini bisa dikobarkan perjuangan jihad melawan tatar dan memperbaiki kondisi umat Islam. Kenaikan beliau sangat mempengaruhi perubahan peta sejarah dunia meski hanya memerintah selama sebelas bulan saja.
Tanpa menunggu lama Quthuz langsung mempersiapkan langkah-langkah kongkrit perjuangan jihad melawan tatar.
Pertama kali, Quthuz mengembalikan kestabilan dalam negeri, dengan memangkas ketamakan para perebut kekuasaan, dengan cara mengumpulkan mereka dan menunjukkan niatnya yang mulia memecahkan permasalahan umat islam dengan syiar jihad fi sabilillah. Tentunya bukan dengan intimidasi terhadap lawan politik seperti yang dilakukan para elit yang tidak Islami. Quthuz berhasil sehingga para pemimpin rakyat meridhai keputusan dan niat baiknya. Ia mengangkat Zainuddin bin Yaqub sebagai menteri baru, dan mengangkat Farisuddin Aqthay Ash-Shaghir dari Mamalik Al-Bahriyah sebagai panglima perang. Kemudian memerintahkan mereka berdua mempesiapkan pasukan untuk berjihad. Ini menunjukkan betapa Quthuz ingin sekali memberi amanah kepada ahlinya meski orang tersebut lawan politiknya.
Langkah ke dua, membuktikan betapa mulianya akhlak Quthuz. Ia mengumumkan pengampunan umum kepada seluruh pimpinan Mamalik Al-Bahriyah dan mengajak bergabung untuk berjihad. Mustahil bagi Quthuz memungkiri keberadaan pasukan Mamalik Al-Bahriyah dan pengalaman perang mereka yang mampu menghancurkan pasukan salib pada perang Manshurah dan perang Fraskur yang berhasil menawan Raja Perancis Lois IX. Mengetahui niat baik Quthuz, para pembesar Mamalik Al-Bahriyah yang berada di Damaskus kembali ke Mesir di bawah pimpinan Ruknuddin Bebers. Sehingga dengan kembalinya Ruknuddin Bebers, bergabunglah dua pasukan Mamalik Al-Muizziyyah dan Al-Bahriyah
Langkah berikutnya, kebijakan politik luar negeri yang indah. Ia berusaha menyatukan negara Syam dengan Mesir melalui berbagai diplomasi. Quthuz melihat Damaskus dan Halab mulai di kepung tatar. Dengan cepat dia menawarkan persatuan Mesir dan Syam kepada An-Nasir Yusuf Al-Ayyuby, pemimpin Ayyubiyun pemerintahan Damaskus dan Halab, dengan imbalan Quthuz yang seecara militer kuat akan taat kepada An-Nashir, meskipun dia sadar bahwa An-Nashir sangat lemah secara milter dan berulang kali ingin menguasai Mesir. Selain itu bagi An-Nashir tahta yang dijanjikan kapan saja ia datang ke Mesir asalkan An-Nashir mau memerangi tatar bersama-sama dengan Quthuz. Namun ia menolak dan mengedepankan perpecahan dari pada persatuan. Akibatnya Halab diserang pada bulan Shafar 658 H dan Damaskus pada bulan Rabiul Awal 658 H, kenudian An-Nashir melarikan diri ke Palestina dan ditinggal oleh pasukannya yang dipimpin oleh Jamaluddin Aqusy Asy-Syamsy yang bergabung dengan pasukan Quthuz menerima seruan jihad..
Selain itu Quthuz juga mengirim surat kepada pemimpin Syam yang lain Bergabunglah Al-Manshur pemimpin Hamah beserta tentaranya menyambut seruan jihad Quthuz. Sementara itu Mughitsuddin Umar pemimpin kota Kark di Yordania menolak untuk bergabung. Sama dengan Mughitsuddin, Al-Asyraf Al-Ayyuby pemimpin kota Himsh juga menolak. Bahkan ia lebih mengutamakan kerja sama dengan tatar. Hal ini juga dilakukan oleh Hasan bin Abdul Aziz pemimpin kota Baniyas dan lebih berani, Hasan menggabungkan pasukannya dengan pasukan tatar dalam menaklukkan negara-negara Islam. Dengan demikian Raja Quthuz mendapatkan tambahan kekuatan militer cukup besar dari pasukan Syam.
Disamping itu Quthuz juga merasakan pentingnya semua elemen masyarakat baik laki-laki, perempuan, orang tua dan anak kecil untuk menjiwai qadhiyah jihad melawan penjajah tatar., agar semua mereka bisa meminkan peranann bagi ihad ini. Maka bangkitlah syaikh Al-Izz Adussalam yang bergelar sulthanul ulama mengobarkan qadhiyah jihad dan mengajak seluruh ulama untuk mengangkat tema jihad di setiap ceramah mereka, mengingatkan keutamaan dan balasannya, serta perjuangan muslimin sebelumnya di setiap medan jihad. Sehingga rakyat yang sebelumnya terhanyut dalam tidur dan hanya memikirkan kehidupan pribadinya bangkit dengan semangat untuk berpartisipasi dan mendukung aksi jihad membebaskan semua negara islam dari penjajahan tatar. Quthuzpun berhasil mengokohkan makna jihad di hati rakyatnya.
Semua masalah yang butuh tahunan untuk diselesaikan, hanya dilakukan Quthuz dalam tempo tiga bulan masa pemerintahannya. Ini membuktikan kepadanya niat baiknya yang disertai dengan pertolongan Allah.
Di tengah persiapan pasukan muslimin, datanglah empat orang utusan Hulaghu Khan yang telah menduduki kota Halab membawa sebuah surat berisikan dua pilihan penting bagi Quthuz tanpa ada kata tawar menawar.. Pilihan pertama adalah perang dengan segala resikonya dan kedua menyerah kepada tatar tanpa syarat apapun. Quthuz bangkit mengadakan majlis istisyar yang dihadiri para petinggi pemerintahan dan militer untuk membahas surat Hulaghu. Akhirnya para pemimpin yang awalnya tidak berani menghadapi tatar kecuali hanya di dalam Mesir, sepakat untuk memerangi tatar di Palestina setelah tersentuh bujukan Quthuz. Hal ini dicatat dalam sejarah dengan perkataannya yang terkenal "Siapa lagi yang akan membela islam kalau bukan kita". Pernyataan perangpun dikumandangkan oleh Quthuz dan para pemimpin tersebut, dengan berijtihad membunuh ke-empat utusan tatar.
Bersambung... Saifuddin Quthuz 2
Pembebas Negara Islam Dari Cengkeraman TatarBaghdad akhirnya jatuh ke tangan Hulaghu Khan pemimpin bangsa tatar (Tar-tar), setelah lima abad berperan sebagai pusat Khilafah Islamiyah Al-Abbasiyyah. Adapun daerah Syam yang meliputi Suriah, Libanon, Yordania dan Palestina sedang berada dalam kepungan tatar. Tentu target Hulaghu selanjutnya adalah Mesir.
Wafatnya raja Al-Muiz Izzuddin Aibek, pemimpin kerajaan Mamalik al-Muizziyah di Mesir pada bulan Rabiul Awal 655 H membuat goncangan politik yang hebat, sebab pewaris tahta kerajaan adalah anaknya Al-Manshur Nuruddin Ali terlalu belia, berumur kurang lima belas tahun, didampingi panglima perang kerajaan Mamalik Saifuddin Quthuz, pengawal setia raja Al-Muiz. Hal ini membuat lemah wibawa kerajaan Mamalik Al-Muizziyah di hadapan lawan politik kerajaan meski terlihat peranan besar Quthuz sang panglima.
Kondisi ini memicu timbulnya kekacauan di dalam negeri. Terjadilah pemberontakan besar yang dipimpin oleh Senjer al-Halaby, seorang pembesar Mamalik Al-Bahriyah yang mengusung agar Mamalik Al-Bahriyah kembali berkuasa di Mesir. Dengan terpaksa Quthuz menagkapnya dan beberapa tokoh pemberontak lainnya. Sehingga para pembesar Mamalik Al-Bahriyah melarikan diri ke Syam mengikuti jejak para pemimpin mereka yang sudah dahulu melarikan diri di masa Raja Al-Muiz. Bahkan sebagian mereka mampu menghasut para pemimpin Ayyubiyun di Syam untuk memerangi Mesir. Selain itu kondisi ini juga menghinakan wajah umat Islam di mata penjajah tatar yang ambisius menguasai semua negara Islam.
Melihat berbagai masalah dalam negeri yang penuh dengan pemberontakan, dan ketamakan para pemimpin Ayyubiyun di Syam untuk menguasai Mesir, serta bahaya tatar yang siap menyerang Mesir kapan saja, maka Quthuz memandang tidak ada lagi artinya raja Nuruddin duduk di tahta kerajaan. Tepat tanggal 24 Dzulqaidah 657 H Quthuz mengambil sebuah keputusan berani dengan menurunkan raja kecil Nuruddin Ali dari tahta kerajaan dan naiknya Quthuz sendiri ke tahta kerajaan Mamalik.
Saifuddin Quthuz adalah profil muslim yang hidup di masa lemahnya kekuatan umat Islam, kondisi negara yang buruk dipenuhi dengan pengkhianatan dan kemunafikan para pemimpin Islam kepada umatnya, di tengah lupanya umat islam dengan ajaran Islam, kewajiban jihad dan lebih ridha bercocok tanam sebab cinta dunia dan takut mati. Kondisi yang persis sekali dengan kondisi yang kita rasakan sekarang. Bahkan tempat kejadian, trik-trik yang dipakai negara adidaya ketika itu (tatar) mirip sekali dengan yang dipakai negara adidaya sekarang (Amerika). Seolah Allah mengajar kita dengan sunnah- sunnah-Nya yang pernah berlaku di zaman sebelumnya untuk menjadi ibrah bagi manusia yang berakal.
Saifuddin Quthuz bernama asli Mahmud bin Mamdud, keponakan dari raja Jalaluddin bin Muhammad Al-Khawarizmi, peminpin Daulah Al-Khawarizmiyah yang bepusat di kota Ghazna Afghanistan. Kisah hidupnya sangat menakjubkan. Masa kecil Quthuz hidup dalam lingkungan istana. Hingga datang pasukan tatar menghancurkan Daulah Al-Khawarizmiyah lalu menawan semua keluarga kerajaan. Sebagian mereka dibunuh sementara yang lain dijadikan budak dan dijual di pasar budak Damaskus. Diantaranya adalah Mahmud bin Mamdud kecil. Ia dibeli oleh salah seorang keluarga Ayyubiyun. Lalu berpindah tangan dari satu tuan ke tuan yang lain, dan sampai ketangan raja Al-Muiz Izzudin Aibek. Quthuz adalah sebuah gelar yang berasal dari bahasa Mongol yang berarti "Singa yang garang". Gelar ini diberikan tatar kepadanya karena tabiatnya yang memang dari kecil sudah menunjukkan keberanian yang luar biasa. Sebagaimana para budak lainnya di kerajaan Mamalik, Quthuz kecil ditarbiyah oleh para raja Mamalik untuk mencintai agama Islam dan kitabnya Al-Quran serta memuliakan ulama. Kemudian dibekali dengan seni militer untuk menjadi tentara kerajaan. Jadilah Quthuz seorang muslim yang taat kepada agamanya an kuat kepribadiannya. Dengan kemahirannya dalam militer, iapun diangkat menjadi panglima kerajaan oleh raja Al-Muiz.
Singkat cerita, naiknya Quthuz ke tampuk kekuasaan, karena melihat hanya dengan cara ini bisa dikobarkan perjuangan jihad melawan tatar dan memperbaiki kondisi umat Islam. Kenaikan beliau sangat mempengaruhi perubahan peta sejarah dunia meski hanya memerintah selama sebelas bulan saja.
Tanpa menunggu lama Quthuz langsung mempersiapkan langkah-langkah kongkrit perjuangan jihad melawan tatar.
Pertama kali, Quthuz mengembalikan kestabilan dalam negeri, dengan memangkas ketamakan para perebut kekuasaan, dengan cara mengumpulkan mereka dan menunjukkan niatnya yang mulia memecahkan permasalahan umat islam dengan syiar jihad fi sabilillah. Tentunya bukan dengan intimidasi terhadap lawan politik seperti yang dilakukan para elit yang tidak Islami. Quthuz berhasil sehingga para pemimpin rakyat meridhai keputusan dan niat baiknya. Ia mengangkat Zainuddin bin Yaqub sebagai menteri baru, dan mengangkat Farisuddin Aqthay Ash-Shaghir dari Mamalik Al-Bahriyah sebagai panglima perang. Kemudian memerintahkan mereka berdua mempesiapkan pasukan untuk berjihad. Ini menunjukkan betapa Quthuz ingin sekali memberi amanah kepada ahlinya meski orang tersebut lawan politiknya.
Langkah ke dua, membuktikan betapa mulianya akhlak Quthuz. Ia mengumumkan pengampunan umum kepada seluruh pimpinan Mamalik Al-Bahriyah dan mengajak bergabung untuk berjihad. Mustahil bagi Quthuz memungkiri keberadaan pasukan Mamalik Al-Bahriyah dan pengalaman perang mereka yang mampu menghancurkan pasukan salib pada perang Manshurah dan perang Fraskur yang berhasil menawan Raja Perancis Lois IX. Mengetahui niat baik Quthuz, para pembesar Mamalik Al-Bahriyah yang berada di Damaskus kembali ke Mesir di bawah pimpinan Ruknuddin Bebers. Sehingga dengan kembalinya Ruknuddin Bebers, bergabunglah dua pasukan Mamalik Al-Muizziyyah dan Al-Bahriyah
Langkah berikutnya, kebijakan politik luar negeri yang indah. Ia berusaha menyatukan negara Syam dengan Mesir melalui berbagai diplomasi. Quthuz melihat Damaskus dan Halab mulai di kepung tatar. Dengan cepat dia menawarkan persatuan Mesir dan Syam kepada An-Nasir Yusuf Al-Ayyuby, pemimpin Ayyubiyun pemerintahan Damaskus dan Halab, dengan imbalan Quthuz yang seecara militer kuat akan taat kepada An-Nashir, meskipun dia sadar bahwa An-Nashir sangat lemah secara milter dan berulang kali ingin menguasai Mesir. Selain itu bagi An-Nashir tahta yang dijanjikan kapan saja ia datang ke Mesir asalkan An-Nashir mau memerangi tatar bersama-sama dengan Quthuz. Namun ia menolak dan mengedepankan perpecahan dari pada persatuan. Akibatnya Halab diserang pada bulan Shafar 658 H dan Damaskus pada bulan Rabiul Awal 658 H, kenudian An-Nashir melarikan diri ke Palestina dan ditinggal oleh pasukannya yang dipimpin oleh Jamaluddin Aqusy Asy-Syamsy yang bergabung dengan pasukan Quthuz menerima seruan jihad..
Selain itu Quthuz juga mengirim surat kepada pemimpin Syam yang lain Bergabunglah Al-Manshur pemimpin Hamah beserta tentaranya menyambut seruan jihad Quthuz. Sementara itu Mughitsuddin Umar pemimpin kota Kark di Yordania menolak untuk bergabung. Sama dengan Mughitsuddin, Al-Asyraf Al-Ayyuby pemimpin kota Himsh juga menolak. Bahkan ia lebih mengutamakan kerja sama dengan tatar. Hal ini juga dilakukan oleh Hasan bin Abdul Aziz pemimpin kota Baniyas dan lebih berani, Hasan menggabungkan pasukannya dengan pasukan tatar dalam menaklukkan negara-negara Islam. Dengan demikian Raja Quthuz mendapatkan tambahan kekuatan militer cukup besar dari pasukan Syam.
Disamping itu Quthuz juga merasakan pentingnya semua elemen masyarakat baik laki-laki, perempuan, orang tua dan anak kecil untuk menjiwai qadhiyah jihad melawan penjajah tatar., agar semua mereka bisa meminkan peranann bagi ihad ini. Maka bangkitlah syaikh Al-Izz Adussalam yang bergelar sulthanul ulama mengobarkan qadhiyah jihad dan mengajak seluruh ulama untuk mengangkat tema jihad di setiap ceramah mereka, mengingatkan keutamaan dan balasannya, serta perjuangan muslimin sebelumnya di setiap medan jihad. Sehingga rakyat yang sebelumnya terhanyut dalam tidur dan hanya memikirkan kehidupan pribadinya bangkit dengan semangat untuk berpartisipasi dan mendukung aksi jihad membebaskan semua negara islam dari penjajahan tatar. Quthuzpun berhasil mengokohkan makna jihad di hati rakyatnya.
Semua masalah yang butuh tahunan untuk diselesaikan, hanya dilakukan Quthuz dalam tempo tiga bulan masa pemerintahannya. Ini membuktikan kepadanya niat baiknya yang disertai dengan pertolongan Allah.
Di tengah persiapan pasukan muslimin, datanglah empat orang utusan Hulaghu Khan yang telah menduduki kota Halab membawa sebuah surat berisikan dua pilihan penting bagi Quthuz tanpa ada kata tawar menawar.. Pilihan pertama adalah perang dengan segala resikonya dan kedua menyerah kepada tatar tanpa syarat apapun. Quthuz bangkit mengadakan majlis istisyar yang dihadiri para petinggi pemerintahan dan militer untuk membahas surat Hulaghu. Akhirnya para pemimpin yang awalnya tidak berani menghadapi tatar kecuali hanya di dalam Mesir, sepakat untuk memerangi tatar di Palestina setelah tersentuh bujukan Quthuz. Hal ini dicatat dalam sejarah dengan perkataannya yang terkenal "Siapa lagi yang akan membela islam kalau bukan kita". Pernyataan perangpun dikumandangkan oleh Quthuz dan para pemimpin tersebut, dengan berijtihad membunuh ke-empat utusan tatar.
Bersambung... Saifuddin Quthuz 2
Tidak ada komentar