Muslim Style

Tips & Trik

Analisana

Palestina

Beritana

Fiqhuna

Tarikhuna

Haditsuna

Aqidatuna

Random Post

Test Footer

Culture

Risalah Al-Aqaid (Aqidah)

MUKADIMAH

1. Definisi Aqa’id

Aqa’id adalah perkara-perkara yang hati anda membenarkannya, jiwa anda menjadi tenteram karenanya, dan ia menjadikan rasa yakin pada diri anda tanpa tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.

2. Tingkatan Keyakinan

Manusia dalam hal kekuatan dan kelemahan aqidahnya terbagi dalam beberapa tingkatan, sesuai dengan kadar kemantapan dan kemapanan argumentasi yang ada dalam jiwa mereka masing-masing. Kami akan menjelaskan kepada anda permasalahan ini lewat contoh berikut:

“Seseorang mendengar tentang adanya sebuah negara yang ia belum pernah melihatnya, sebut saja Yaman sebagai contoh. Ia mendengar itu dari orang yang tidak pernah berbohong. Sudah pasti, ia akan mempercayai dan meyakini tentang keberadaan negara tadi. Jika kemudian ia mendengarnya dari banyak orang, maka tentu ia akan semakin percaya, meski tidak menghalangi adanya kemungkinan ia akan ragu dengan keyakinannya tadi, khususnya jika terjadi syubhat atas kebenarannya. Jika ia melihat gambar-gambar foto mengenai negara tadi, maka ia akan semakin yakin tentang adanya, sehingga sikap ragu-ragu rasanya sulit untuk bisa menembus kekuatan argumentasi ini. Jika ia mendapat kesempatan bepergian ke sana, tampak tanda-tanda dan atribut negara tadi, maka akan bertambah lagi keyakinannya dan hilang sama sekali keraguannya. Tatkala ia turun dan melihat negara tadi dengan mata kepalanya sendiri, maka tidak mungkin keraguan akan datang. Keyakinan ini akan semakin menguat dalam jiwa, sehingga mustahil ia bergeser dari keyakinannya itu kendati semua orang sepakat menentang. Jika kemudian ia bisa berkeliling di jalan-jalan yang ada, serta mempelajari situasi dan kondisi negara itu, tentu akan bertambah lagi pengalaman dan pengetahuannya dan hal itu bisa memperjelas dan menambah keyakinannya tadi.”

Jika kalian telah memahami contoh tersebut, maka ketahuilah bahwa demikian juga manusia di depan aqidah, mereka berkelas-kelas sesuai taraf kepahamannya. Ada dari mereka yang mentalaqqi aqidah itu begitu saja dan meyakininya karena adat dan tradisi. Model pemahaman semacam ini sangat rawan untuk diserang oleh kebimbangan, terutama Jika ia menemui aneka bentuk syubhat. Ada pula yang sampai menganalisa dan berpikir, sehingga dengan itu bertambahlah imannya dan semakin kuat keyakinannya. Sementara itu ada juga yang terus-menerus melakukan analisa dan proses perenungan, berusaha dengan sunguh-sungguh untuk taat kepada Allah, melaksanakan perintah-Nya, dan berupaya membaikkan ibadahnya. Saat itulah lentera hidayah akan memancar dalam kalbunya, sehingga ia bisa memandang dengan cahaya bashirahnya. Maka sempurnalah imannya, paripurnalah keyakinannya, dan semakin teguhlah hatinya.

وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآَتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ

“Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketaqwaannya.” (Muhammad: 17)

Sesungguhnya, saya menyajikan contoh ini di hadapan anda agar anda bisa meningkat dari posisi taklid dalam masalah tauhid menuju penggunaan akal pikiran dalam memahami aqidah. Mohonlah pertolongan untuk bisa taat kepada Allah dalam upaya berma’rifah kepada asas-asas agama-Nya, sehingga anda benar-benar sampai ke derajat tokoh dan naik ke puncak kesempurnaan.

Mereka pilih anda tuk urus suatu perkara # jika anda orang yang cendekia

cegahlah jiwa… # jangan bersenda gurau bersama alpa

3. Penghargaan Islam Kepada Akal

Asas aqidah islam -sebagaimana keseluruhan hukum-hukum syara’ adalah kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya.

Kendati demikian, anda harus paham bahwa keseluruhan dari aqidah ini mendapat pembenaran dari akal dan dikukuhkan oleh analisa yang benar. oleh karena itulah, Allah memuliakan akal dengan menjadikannya sebagai salah satu syarat mukallaf (pemikul beban syariat). Islam menjadikannya sebagai faktor adanya taklif (kewajiban menjalankan agama) dan memerintahkannya untuk selalu meneliti, menganalisa, dan berpikir. Allah swt. Berfirman.

قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا تُغْنِي الْآَيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ

“Katakanlah, ‘Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman. ” (Yunus: 101)

أَفَلَمْ يَنْظُرُوا إِلَى السَّمَاءِ فَوْقَهُمْ كَيْفَ بَنَيْنَاهَا وَزَيَّنَّاهَا وَمَا لَهَا مِنْ فُرُوجٍ . وَالْأَرْضَ مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ . تَبْصِرَةً وَذِكْرَى لِكُلِّ عَبْدٍ مُنِيبٍ . وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ . وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَهَا طَلْعٌ نَضِيدٌ . رِزْقًا لِلْعِبَادِ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ

“Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya, dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun? Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah). Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.” (Qaaf 6-11)

Pada saat yang sama Allah mencela mereka yang tidak berpikir dan tidak melihat (menganalisa). Allah berfirman,

وَكَأَيِّنْ مِنْ آَيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ

“Dan banyak sekali tanda-tanda kekuasaan Allah di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling dari-Nya “ (Yusuf 105)

Allah juga menuntut kepada setiap penentang Islam agar mengeluarkan argumentasi, sehingga jelas mana yang benar dan mana yang batil. ini sebagai satu penghargaan kepada argumentasi dan kemenangan akan hujjah yang nyata. Tersebut dalam hadits bahwa
ثُمَّ جَاءَهُ بِلاَلٌ بَعْدَمَا أَذَنَ ، فَسَلَّمَ ، فَلَمَّا رَآهُ يَبْكِي قَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، تَبْكِي وَقَدْ غَفَرَ اللهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ : وَمَا لِي لاَ أَبْكِي ، وَقَدْ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ اللَّيْلَةُ : إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ الآية ، وَيْلٌ لِمَنْ قَرَأَهَا ، ثُمَّ لَمْ يَتَفَكَّرْ فِيْهَا
Bilal sedang adzan subuh. Tiba-tiba dilihatnya Rasulullah menangis, lalu ia bertanya kepada beliau tentang apa yang menyebabkan beliau menangis. Rasulullah saw. bersabda, “Bagaimana engkau ini wahai Bilal? Apa yang bisa menghalangiku menangis, sementara pada malam ini Allah menurunkan wahyu kepadaku, ‘Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (Ali Imran: 190) Kemudian beliau bersabda, ’Sungguh celaka bagi orang yang membacanya, tapi tidak memikirkannya.”‘ (Ibnu Abid Dun’ya dalam kitab At-Tafakkur)

Dari sinilah kita mengetahui bahwa Islam tidak menghalangi berpikir dan tidak memenjarakan akal, namun membimbingnya untuk komitmen terhadap batas kemampuannya, menunjukkan kekerdilan ilmunya, dan menyuruhnya agar terus menambah pengetahuan.

وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

“Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan, melainkan sedikit.” (Al-Isra’: 85)

Allah juga berfirman:

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

“Katakanlah, ‘Hai Tuhanku, tambahkarlah ilmu pengetahuan kepadaku.”‘ (Thaha: 114)

4. Bagian-bagian Aqidah Islamiyah

Aqidah islamiyah itu dibagi menjadi empat bagian pokok, yang setiap bagian mempunyai banyak cabang (yang menjelaskannya).

Bagian pertama : Al-Ilahiyyat.

Bagian ini membahas hal-hal yang berhubungan dengan Allah swt. dari segi sifat-sifat, asma’, dan perbuatan-perbuatan-Nya, dan ditambah dengan apa yang harus diyakini seorang hamba perihal Tuhannya.

Bagian kedua: An-Nubuwwat.

Bagian ini membahas segala sesuatu yang terkait dengan para nabi -semoga Allah memberi shalawat dan salam kepada mereka- dari sisi sifat-sifat, kema’shuman, tugas, dan urgensi kebutuhan kepada risalah mereka. Yang juga termasuk dalam bagian ini adalah apa yang berhubungan dengan para wali, mukjizat dan karamah, serta kitab-kitab samawi.

Bagian ketiga: Ar-Ruhaniyyat,

Bagian ini membahas apa saja yang berhubungan dengan alam supra natural, seperti malaikat, jin, dan ruh.

Bagian keempat: As-Sam’iyyaat. Ini berkaitan dengan kehidupan di alam barzakh dan kehidupan akhirat, seperti kondisi di alam kubur, tanda-tanda hari Kiamat, hari Kebangkitan, perhitungan, dan pembalasan.

BAGIAN PERTAMA: AL-ILAHIYYAT

1. Dzat Allah Tabaraka wa Ta’ala

Ketahuilah wahai saudaraku, -semoga Allah menunjukkan kita kepada kebenaran- bahwa Dzat Allah itu jauh lebih besar dari yang bisa digambarkan oleh akal manusia, dan lebih besar dari apa yang terbersit dalam pemikiran manusia. Karena, betapapun tinggi dan cerdasnya pengetahuan akal manusia, ia tetap saja terbatas oleh kekuatan dan kemampuannya. Perihal masalah itu, kami akan membahasnya secara khusus insya Allah, di mana dalam pembahasan itu anda akan tahu sejauhmana keterbatasan akal manusia dalam menguak hakekat segala sesuatu.

Namun cukuplah kiranya kami memperingatkan anda bahwa akal kita dari yang besar sampai yang paling kecil sangat berguna untuk mengetahui banyak hal, meski kita sendiri tidak sampai mengetahui hakekatnya. Sama seperti listrik, magnet, dan yang lainnya adalah kekuatan yang kita daya gunakan dan kita ambil manfaatnya, sementara kita tidak mengetahui sedikit pun hakekatnya (baca: dzatnya). Seorang pakar sepintar apapun tidak akan bisa mempresentasikan kepada anda tentang hal itu dan akan berkesimpulan bahwa mengetahui dzat dan hakekat sesuatu itu tidak mendatangkan manfaat kepada kita. Dan cukuplah kita untuk mengetahui karakteristiknya, yang menyebabkan kita mendapatkan manfaat darinya.

Jika demikian kondisi kita dalam menguak berbagai hal yang kita lihat dan kita rasakan, maka bagaimana lagi dengan Zat Allah swt.? Sunggguh telah tersesat kaum-kaum yang berusaha untuk memperbicangkan dzat Allah. Perbincangan mereka inilah yang menyebabkan mereka tersesat, mendapat fitnah, dan memicu persengketaan di kalangan mereka, karena mereka berbicara tentang sesuatu hal yang mereka sendiri tidak tahu batasan dan tidak mampu menguak eksistensinya. Oleh karena itulah, Rasulullah melarang berpikir tentang dzat Allah dan memerintahkan untuk memikirkan makhluk-makhluk-Nya.

Berfikir tentang Zat Allah
Dari lbnu Abbas ra. bahwa suatu kaum berpikir tentang dzat Allah swt., maka Rasulullah saw. bersabda,

تَفَكَّرُوا فِي خَلْقِ اللهِ، وَلاَ تَتَفَكَّرُوْا فِي اللهِ، فَإِنَّكُمْ لَنْ تَقْدِرُوْا قَدْرَهُ

“Berpikirlah tentang ciptaan Allah dan jangan memikirkan (dzat) Allah, Karena kalian tidak mungkin akan mampu memperhitungkan kadarnya.”

Imam Al-Iraqi berkata bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Al-Hilyah dengan sanad yang dhaif Dan diriwayatkan pula oleh AI-Ashbahani dalam kitab At-Targhib wat Tarhib dengan sanad yang lebih shahih. Demikian pula yang diriwayatkan oleh Abu Syaikh. Apa pun riwayatnya, yang jelas maknanya shahih.

Hal itu bukan berarti membatasi kebebasan berpikir, jumud dalam menganalisa atau penyempitan ruang gerak akal. Namun itu merupakan penjagaan bagi akal agar tidak terjebak kepada jurang kesesatan, menjauhkannya dari berbagai pembahasan yang tidak memungkinkan ada sarana ke sana dan tidak akan kuat dalam membahasnya, kendali sebesar apa pun akal itu. Ini merupakan jalan yang telah ditempuh oleh orang-orang shalih dari hamba-hamba Allah yang telah berhasil dalam berma’rifah dengan keagungan dzat-Nya dan kemuliaan qudrah-Nya. Asy-Syublil1) ditanya tentang dzat Allah swt., maka beliau menjawab, “Dialah Allah Yang Maha Esa dan sudah ma’ruf sebelum ada batas dan sebelum ada huruf.”

Dikatakan kepada Yahya Bin Mu’adz, “Beritahukan kepadaku tentang Allah!” Beliau menjawab, “Dia adalah Allah, Ilah yang Maha Esa”. Dikatakan kepada beliau lagi, “Bagaimana Dia (Allah)?” Beliau menjawab, “Dia Sang Raja diraja Yang Mahakuasa.” Beliau ditanya lagi, “Di mana Dia?” Beliau menjawab, Dia benar-benar mengintai.” Sang penanya tadi berkata, “Saya tidak menanyakan soal itu,” Beliau berkata, ‘Apa yang selain itu adalah sifat makhluk, sedangkan sifat-sifat-Nya adalah apa yang telah kuberitahukan kepadamu. Maka batasi keinginanmu untuk mengetahui keagungan Rabbmu dengan cara memikirkan makhluk-makhluk-Nya dan berpegang teguh kepada berbagai konsekuensi dari sifat-sifat-Nya.

2. Asmaul Husna

Sesungguhnya Sang Maha Pencipta Yang Mahamulia lagi Mahatinggi, mendeskripsikan diri kepada makhluk-Nya dengan asma dan sifat-sifat yang sesuai dengan kemuliaan-Nya. Sangat baik bagi seorang mukmin untuk menghafalnya dalam rangka mengais berkah, menikmati kelezatan berdzikir, dan sebagai pengagungan atas kekuasaan-Nya.

Berikut ini di hadapan anda ada sebuah hadits yang menghimpun asma-asma tadi. sungguh, sebaik-baik mu’allim adalah hadist Rasulullah saw., sebaik-baik mursyid dan penunjuk adalah lisan wahyu dan lentera nubuwwah.

Dari Abu Hurarirah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda,

لِلَّهِ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ اسْمًا مَنْ حَفِظَهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَإِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ

“Bagi Allah sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu.2) Tidaklah seseorang menghafalnya kecuali ia akan masuk surga. Dan Dia itu witr (ganjil)3) dan mencintai yang ganjil.” (Bukhari dan Muslim)

Dan dalam riwayat Bukhari,

إِنَّ لِلَّهِ تَعَالَى تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً غَيْرَ وَاحِدٍ مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ الْغَفَّارُ الْقَهَّارُ الْوَهَّابُ الرَّزَّاقُ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الْخَافِضُ الرَّافِعُ الْمُعِزُّ الْمُذِلُّ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ الْحَكَمُ الْعَدْلُ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ الْحَلِيمُ الْعَظِيمُ الْغَفُورُ الشَّكُورُ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ الْحَفِيظُ الْمُقِيتُ الْحَسِيبُ الْجَلِيلُ الْكَرِيمُ الرَّقِيبُ الْمُجِيبُ الْوَاسِعُ الْحَكِيمُ الْوَدُودُ الْمَجِيدُ الْبَاعِثُ الشَّهِيدُ الْحَقُّ الْوَكِيلُ الْقَوِيُّ الْمَتِينُ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ الْمُحْصِي الْمُبْدِئُ الْمُعِيدُ الْمُحْيِي الْمُمِيتُ الْحَيُّ الْقَيُّومُ الْوَاجِدُ الْمَاجِدُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ الْقَادِرُ الْمُقْتَدِرُ الْمُقَدِّمُ الْمُؤَخِّرُ الْأَوَّلُ الْآخِرُ الظَّاهِرُ الْبَاطِنُ الْوَالِيَ الْمُتَعَالِي الْبَرُّ التَّوَّابُ الْمُنْتَقِمُ الْعَفُوُّ الرَّءُوفُ مَالِكُ الْمُلْكِ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ الْمُقْسِطُ الْجَامِعُ الْغَنِيُّ الْمُغْنِي الْمَانِعُ الضَّارُّ النَّافِعُ النُّورُ الْهَادِي الْبَدِيعُ الْبَاقِي الْوَارِثُ الرَّشِيدُ الصَّبُورُ

إِنَّ لِلَّهِ تَعَالَى تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً غَيْرَ وَاحِدٍ مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ الْغَفَّارُ الْقَهَّارُ الْوَهَّابُ الرَّزَّاقُ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الْخَافِضُ الرَّافِعُ الْمُعِزُّ الْمُذِلُّ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ الْحَكَمُ الْعَدْلُ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ الْحَلِيمُ الْعَظِيمُ الْغَفُورُ الشَّكُورُ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ الْحَفِيظُ الْمُقِيتُ الْحَسِيبُ الْجَلِيلُ الْكَرِيمُ الرَّقِيبُ الْمُجِيبُ الْوَاسِعُ الْحَكِيمُ الْوَدُودُ الْمَجِيدُ الْبَاعِثُ الشَّهِيدُ الْحَقُّ الْوَكِيلُ الْقَوِيُّ الْمَتِينُ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ الْمُحْصِي الْمُبْدِئُ الْمُعِيدُ الْمُحْيِي الْمُمِيتُ الْحَيُّ الْقَيُّومُ الْوَاجِدُ الْمَاجِدُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ الْقَادِرُ الْمُقْتَدِرُ الْمُقَدِّمُ الْمُؤَخِّرُ الْأَوَّلُ الْآخِرُ الظَّاهِرُ الْبَاطِنُ الْوَالِيَ الْمُتَعَالِي الْبَرُّ التَّوَّابُ الْمُنْتَقِمُ الْعَفُوُّ الرَّءُوفُ مَالِكُ الْمُلْكِ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ الْمُقْسِطُ الْجَامِعُ الْغَنِيُّ الْمُغْنِي الْمَانِعُ الضَّارُّ النَّافِعُ النُّورُ الْهَادِي الْبَدِيعُ الْبَاقِي الْوَارِثُ الرَّشِيدُ الصَّبُورُ

“Barangsiapa yang menghitungnya.” Hadits ini diriwayatkan pula oleh At-Tirmidzi dengan menambahkan, “Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Sang Raja diraja, Mahasuci, Maha Memberi rasa aman, Maha Membenarkan janji, Maha Menguasai, Mahamulia. Mahaperkasa, Mahasombong, Maha Mencipta, Maha Membuat, Maha Pembentuk, Maha Pengampun, Maha Pemaksa, Maha Pemberi, Maha Menganugerahi rezeki, Maha Pembuka (penakluk), Maha Mengetahui, Maha Pencabut, Maha Meluaskan, Maha Menjatuhkan, Maha Mengangkat, Maha Memuliakan, Maha Menghinakan, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Menetapkan hukum, Maha Adil. Maha Halus (lembut), Maha Waspada, Maha Penyantun, Maha Agung, Maha Pengampun, Maha Pembalas (rasa syukur), Mahatinggi, Mahabesar, Maha Memelihara, Maha Pemberi kecukupan, Maha Menjamin, Mahaluhur, Maha Pemurah, Maha Meneliti, Maha Mengabulkan (doa), Mahaluas, Mahabijaksana, Maha Mencinta, Mahamulia, Maha Membangkitkan, Maha Menyaksikan, Mahabenar Maha Memelihara perwakilan, Mahakuat, Mahakokoh, Maha Melindungi, Maha Terpuji, Maha Menghitung, Maha Memulai, Maha Mengulangi, Maha Menghidupkan, Maha Mematikan, Mahahidup, Maha berdiri sendiri, Mahakaya, Mahamulia, Mahaesa, Maha Tempat bergantung, Mahakuasa, Maha Menentukan, Maha Mendahulukan, Maha Mengakhirkan, Mahaawal, Mahaakhir, Mahanyata, Maha Tersembunyi, Maha Menguasai, Mahasuci, Maha Dermawan, Maha Menerima taubat, Maha Penyiksa, Maha Pemaaf, Maha Pengasih, Maha Menguasai kerajaan, Maha Memiliki kebesaran dan kemuliaan, Maha Mengadili, Maha Mengumpulkan, Mahakaya, Maha Pemberi kekayaan, Maha Mencegah, Maha Memberi kemudharatan, Maha Pemberi manfaat, Maha Bercahaya, Maha Pemberi petunjuk, Maha Pencipta yang baru, Mahakekal, Maha Pewaris, Mahalurus, dan Maha Penyabar.”

PEMBAHASAN SEPUTAR ASMAUL HUSNA

1. Asma-asma Tambahan dari yang Sembilan Puluh Sembilan

Yang sembilan puluh sembilan ini tidaklah mencakup semua yang terkait dengan asma Allah. Bahkan ada hadits-hadits lain yang mengungkap asma lain selain yang sembilan puluh sembilan tadi. Maka ada hadits lain yang menyebutkan Al-Hannaan (Mahakasih), Mannaan (Maha Memberi Anugerah), AI-Badii’ (Maha Mencipta yang baru), juga terdapat asma lain Al-Mughiits (Maha Memberi pertolongan), Al-Kafiil (Maha Melindungi), Dzut Thaul (Memiliki Kekuasaan), Dzul Ma’aarij (Memiliki Tempat-tempat yang tinggi), Dzul FadhI (Yang Memiliki keutamaan), Al-Khallaaq (Yang Memiliki Balasan).

Abu Bakar bin Al-Arabi dalam Syarh At-Tirmidzi mengisahkan dari para ulama, ia mengatakan, “Sesungguhnya jika digabungkan asma-asma Allah dari AI-Our’an dan Sunah, maka semuanya berjumlah seribu asma.” Ungkapan dari pengarang buku Al-Qashdul Mujarrad juga mengisyaratkan hal yang sama, Demikian pula yang diisyaratkan oleh imam Asy-Syaukani dalam bukunya Tuhfatusy Syakirin, kemudian beliau mengatakan, “Saya condong mengenai jumlahnya kepada apa yang tertera dalam hadits tadi, dan itu sudah cukup.”

2. Hadits-hadits yang di Dalamnya Terdapat Lafal-lafal yang Menunjukkan Asma-asma Allah dalam Bentuk Majaz (Kiasan)

Kemudian ketahuilah bahwa sebagian hadits di dalamnya terdapat lafal-lafal yang menunjukkan asma-asma Allah, tetapi dilihat dari segi yang melatarbelakangi dan asal mulanya menunjukkan selain itu (artinya selain makna yang terkandung dalam lafadz itu, -pent). Ketahuilah bahwa hal itu lebih kepada sebuah tinjauan majaz (makna kiasan) dan bukan hakekat (makna sebenarnya), atau tinjauan menamakan sesuatu dengan nama yang lain (dari sesuatu itu) karena ada keterkaitan di antara keduanya atau makna sebenarnya ada pada sebagian kalimat yang tidak disebut.

Sebagai contoh adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda,

لَا تَسُبُّوا الدَّهْرَ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الدَّهْرُ

“Janganlah kalian mencela masa, karena sesungguhnya Allah itu masa.” (Muslim)

Juga hadits Aisyah ra.,

دَعُوْهُ يَئِنُ فَإِنَّ الأَنِيْنَ اسْمٌ مِنْ أَسْمَاءِ اللهِ تَعَالَى يَرْتَاحُ إِلَيْهِ الْمَرِيْضُ

“Biarkan dia merintih, karena sesungguhnya rintihan itu adalah asma Allah yang membuat orang sakit lega karenanya.”

Disebutkan pula oleh Jalaluddin As-Suyuthi dalam AI-Jami’ Ash-Shaghir dari Ar-Rafi’i; dan beliau menyebut hadits itu hasan, bukan riwayat Muslim, juga bukan hadits dari Abu Hurairah, sebagaimana banyak manusia yang salah dalam hal ini.

Contoh lain adalah menyebut Ramadhan sebagai salah satu asma Allah Yang Mahabenar dalam sebagian atsar.

Maka semua yang tertera di atas tadi tidak menghendaki makna formal dan sebenarnya. jadi maksud hadits pertama tadi: “Maka sesungguhnya Allah yang menjadi causa prima dari kejadian-kejadian masa, maka tidak boleh sesuatu dinisbatkan kepada masa dan juga tidak boleh dicela atau dicaci.”4)

Sementara maksud hadist kedua: “Maka sesungguhnya rintihan adalah pengaruh dari kekuasaan Allah yang bisa melegakan orang yang sakit.” Demikianlah makna-makna yang menunjukkan bahwa ada makna lain yang menyertainya.

3. At-Tauqif (Menerima Apa Adanya) dalam Asma-asma dan Sifat-sifat-Nya

Ketahuilah bahwa jumhur kaum muslimin bersepakat untuk tidak boleh menentukan nama atau sifat bagi Allah yang tidak tercantum dalam syariat, dengan maksud menjadikannya sebagai asma Allah, meski merasa itu sebuah kesempurnaan. Maka kita tidah boleh mengatakan, ‘Allah itu insinyur alam yang agung ini,” juga tidak boleh kita katakan, ‘Allah itu ‘general manajer’ bagi semua urusan makhluk.” ini tidak boleh, jika nama-nama dan sifat-sifat bagi Allah itu kemudian dijadikan sebagai istilah baku bagi-Nya dan dianggap sebagai bagian dari asma dan sifat-Nya. Akan tetapi, jika nama-nama itu disebut dalam ungkapan kata untuk lebih mendekatkan kepada pemahaman dalam rangka menjelaskan af’al Allah, maka hal itu tidak menjadi masalah. Namun yang lebih utama adalah bersikap hati-hati dalam hal itu, sebagai satu bentuk berakhlak kepada Allah swt.

4. Alamiyah dan Washfiyyah (Keaslian Nama dan Bentukannya dengan Pensifatan) Pada Asma-asma Allah

Di antara asma-asma yang telah disebut di muka itu ada satu nama yang menunjukkan dzat yang suci yakni lafdhul jalalah ‘Allah”. Sementara asma-asma lainnya adalah merupakan interpretasi makna sifat-sifat. oleh karena itu, asma-asma tadi bisa menjadi khabar (keterangan) bagi lafdzul jalalah. Namun apakah lafdzul jalalah itu musytaq (terambil dari kata lain) atau tidak? Di sini ada perbedaan pendapat, namun tidak sampai berpengaruh kepada aspek operasional. Cukuplah bagi kita untuk mengetahui bahwa ismudz dzat (nama asal untuk dzat) adalah nama yang satu tadi (baca: Allah) sementara nama-nama yang lain itu terkait dengan pensifatan (kepada-Nya). Semoga penjelasan ini memadai.

5. Karakteristik Asmaul Husna

Sebagian orang mengatakan bahwa setiap asma dari asma-asma Allah itu mempunyai karakteristik dan rahasia-rahasia yang berhubungan dengan penyebutannya secara panjang atau ringkas. Bahkan sebagian ada yang melampaui batas, dalam hal ini sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa setiap asma itu ada khadam spiritual yang selalu membantu siapa saja yang kontinyu dalam berdzikir dengannya. Demikianlah.

Yang saya ketahui dalam hal ini -dan di atas setiap yang punya ilmu itu ada yang lebih mengerti- bahwa asma-asma Allah adalah lafal-lafal mulia yang mempunyai keutamaan di atas kalam-kalam lainnya. Di dalamnya terdapat berkah dan dengan menyebutnya akan mendapat pahala yang besar. Sesungguhnya, jika manusia kontinyu dalam berdzikir kepada Allah, akan sucilah jiwanya dan jernihlah ruhaninya, terutama jika datam berdzikir selalu menghadirkan hati dan memahami maknanya. Adapun pemahaman tambahan dari yang saya sebutkan tadi, maka itu tidak tertera dalam Kitab Allah maupun Sunah Nabi. Kita dilarang bersikap ghuluw (berlebih-lebihan) dan menambah-nambah dalam urusan agama Allah. Semoga penjelasan yang ringkas ini cukup.

6. Asma Allah yang Agung

Dalam banyak hadits terdapat asma Allah yang agung, Di antaranya:

1. Dari Buraidah ra. berkata, Nabi Muhammad mendengar seorang laki-laki berdoa seraya. berkata,

: الَّلهُمَّ إنِّي أسألُكَ بأنَّي أشهدُ أنَّكَ أنتَ اللهُ لا إلهَ إلاّ أنتَ الأحَدُ الصَّمدُ الَّذِي لمْ يَلدْ ولمْ يُولَدْ ولمْ يكُنْ لهُ كفواً أحدٌ. قَالَ: فَقَالَ: والَّذِي نفسي بيدهِ لقَدْ سألَ اللهَ باسمهِ الأعظمِ الَّذِي إذا دُعيَ بهِ أجابَ وإذا سُئِلَ بهِ أعطى

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu bahwa aku bersaksi bahwa Engkau adalah Allah yang tiada ilah selain Engkau, Yang Mahaesa dan tempat bergantung, Yang tidak berputera dan tidak diputerakan, Dan tidak ada seorang pun yang menyamai-Nya,” Buraidah berkata, “Maka Rasulullah bersabda, ‘Dan demi Dzat yang Jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh orang itu lelah memohon kepada Allah dengan asma-Nya yang agung.5) Yang Jika (seseorang) berdoa dengannya Allah akan mengabulkan; dan jika memohon dengannya, Allah akan memberi.”

Hadits ini diriwayakan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan lbnu Majah. Al-Mundziri berkata, “Syaikh Abut Hasan Al-Maqdisi berkata, Sanadnya tidak ada cacat di dalamnya, dan saya tidak melihat ada riwayat lain terkait dengan hal tersebut yang sanadnya lebih baik dari riwayat ini.’ Sementara itu Al-Hafidz Ibnu Hajat Al-Asqalani berkata, ‘Dari segi sanad, hadits ini paling rajih dalam masalah tersebut.”‘

2. Dari Anas Biri Malik ra. berkata,

دَخَلَ الْنَّبيُّ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وسَلَّم المسجدَ ورجلٌ قَدْ صَلَّى وهُوَ يدعُو وهو يَقُولُ في دُعائِهِ الَّلهُمَّ لا إلهَ إلاّ أنتَ المَنَّانُ بديعَ السَّماواتِ والأَرْضِ ذا الجلالِ والإكرامِ. فَقَالَ الْنَّبيُّ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وسَلَّم أتدرونَ بما دَعَا اللهَ؟ دَعَا اللهَ باسمِهِ الأعظمِ الَّذِي إذا دُعيَ به أجابَ وإذا سُئِلَ بِهِ أعْطَى

Nabi Muhammad saw. masuk masjid seraya mendapati seseorang6) telah shalat. orang itu berdoa dan berkata dalam doanya, “Ya Allah, tiada ilah selain Allah, Engkaulah Yang Maha Memberi anugerah, Pencipta langit dan bumi, Pemilik keagungan dan kemuliaan.” Maka Rasulullah bersabda, “Tahukah kalian dengan apa ia berdoa kepada Allah? Ia berdoa kepada Allah dengan asma-Nya yang agung, yang jika berdoa dengannya, Allah akan mengabulkan dan jika memohon dengannya Allah akan memberi.” (Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan ibnu Majah)

3. Dari Asma’ binti Yazid ra., Rasulullah saw. bersabda,

اسم الله الأعظم في هاتين الآيتين : وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ، ألـم، اللهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ

“Asma Allah yang agung terdapat dalam dua ayat ini, yakni:’Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Mahaesa, tiada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,’ dan ayat pembuka dalam surat Ali lmran; ‘Alif Lam Mim, Allah tiada Tuhan melainkan Dia. Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus makhluk-Nya.’”

Hadist ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan lbnu Majah. Tirmidzi mengatakan, “Hadist ini hasan shahih.”

4. Dari Sa’ad bin Malik ra. berkata,

هل أدلكم على اسم الله الأعظم، الذي إذا دعي به أجاب، وإذا سئل به أعطى؟ الدعوة التي دعا بها يونس حيث نادى في الظلمات الثلاث: (أَنْ لا إِلَهَ إِلاّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ)، فقال رجل: يا رسول الله هل كانت ليونس خاصةً أم للمؤمنين عامةً؟ فقال رسول الله صلي الله عليه وسلم: (ألا تسمع قول الله عز وجل: (فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ)

“Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Maukah kalian aku tunjukkan asma Allah yang agung, yang jika berdoa dengannya Allah akan mengabulkan dan iika memohon dengannya Allah akan memberi? (yaitu) doa yang digunakan oleh Nabi Yunus ketika berseru dalam (kondisi) tiga kegelapan,7) ‘Tiada Ilah melainkan Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah golongan orang-orang yang zhalim.”‘ Salah seorang berkata, “Wahai Rasulullah, apakah itu untuk Nabi Yunus secara khusus atau untuk kaum mukminin secara umum?” Rasulullah bersabda, “Tidakkah kau dengar firman Allah swt., ‘Maka Kami selamatkan Yunus dari kegelapan dan demikian pula Kami selamatkan orang-orang mukmin?”‘ (Al-Hakim)

Dari hadits-hadits di atas dan yang lainnya, anda bisa melihat bahwa hadits-hadits itu tidak membatasi jumlah asma Allah yang agung. Dan bahwa para ulama sendiri berbeda pendapat dalam penentuannya, dikarenakan perbedaan mereka dalam mentarjih hadits yang satu dengan yang lain, sampai-sampai mereka berbeda dalam empat puluh pendapat. Yang kita bisa simpulkan dari hadits-hadits mulia ini dan dari para perawi yang terpercaya. adalah bahwa asma Allah yang agung adalah doa yang terdiri dari sekian banyak asma Allah, di mana jika manusia memanjatkan doa itu beserta terpenuhinya syarat-syarat berdoa lainnya, maka Allah akan mengabulkannya. Banyak hadits di berbagai tema telah menyatakan hal ini.

Jika demikian halnya, maka apa yang diduga oleh sebagian manusia bahwa asma Allah yang agung adalah rahasia dari sekian rahasia yang hanya dianugerahkan kepada sebagian orang, sehingga akan bisa membuka hal yang tertutup, menembus yang supra natural dan memiliki keistimewaan yang tidak bisa dipunyai oleh orang lain, adalah upaya menambah-nambah dari apa yang digariskan Allah dan Rasul-Nya.

Jika sebagian mereka berhujjah dengan ayat Allah,

قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ

“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab, ‘Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip,” (An-Naml: 40)

Yakni dengan cara mengartikan “seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab” adalah asma Allah yang agung. Maka kita katakan kepada mereka, para mufassirin telah menyatakan bahwa yang digunakan berdoa oleh orang tadi adalah Ya.. Hayyu.. Ya.. Qayyum atau Ia ilaha illa huwa Al-Hayyu Al-Qayyum. Sementara. itu sebagian mengira bahwa asma Allah yang agung adalah bahasa Suryani yang lafalnya “ahiya syarahiya”. Ini tentunya adalah pendapat yang tidak berdasar. Maka seharusnya konteks permasalahan tidak boleh keluar dari apa yang tertera dalam hadits-hadits shahih.

Sebagai kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa sebagian manusia tenggelam dalam berbagai hal metafisik, menduga adanya berbagai khawwash (kekhususan tertentu) dan menambah-nambah yang ma’tsur, sehingga mereka mengatakan apa yang tidak ada dalam Kitab dan Sunah. Padahal syariat sangat melarang kita dari melakukan hal itu. Maka cukuplah kita dengan yang ma’tsur saja.

SIFAT-SIFAT ALLAH TA’ALA

1. Sifat-sifat Allah dalam Pandangan Akal

Jika anda melihat alam ini dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya dari keindahan hikmah, kehebatan makhluk, ketelitian penciptaan, kebesaran pengendalian beserta keagungan dan keluasan, ketertautan dan keelokan, pembaruan dan kreasi, jika anda melihat langit yang jernih dengan bintang gemintang dan planet-planetnya, matahari dan bulan dengan rotasinya, jika anda melihat bumi dengan tetumbuhan dan hasil-hasil tambang berupa logam-logam, dan sebagainya…

Jika anda melihat dunia hewan dengan naluri dan instingnya yang mengagumkan, bahkan jika. anda melihat konstruksi penciptaan manusia dengan berbagai organ yang ada padanya, di mana setiap organ menjalankan tugasnya dengan baik. Jika anda melihat samudera dengan berbagai keragaman makhluk dan keunikannya.

Jika anda mengetahui kekuatan alam dan apa saja yang ada di dalamnya dari hikmah-hikmah dan rahasia-rahasia, seperti listrik, magnet, eter, dan radium. Kemudian jika pandangan anda alihkan kepada zat-zat yang ada di alam ini dengan spesifikasinya, kepada keterkaitan dan keterikatan di antara mereka dan bagaimana setiap zat mempunyai keterkaitan yang kuat dan signifikan satu sama lain, di mana dari perpaduan keseluruhan zat itu terbangun kesatuan alam yang harmonis, yang setiap bagian akan melengkapi bagian-bagian lain, sebagaimana salah satu organ dalam tubuh yang melengkapi organ-organ lainnya.

Sungguh, jika anda melihat itu semuanya, meski tanpa ada dalil atau argumentasi, tanpa wahyu atau ayat Al-Quran, tentu anda akan keluar dengan satu pernyataan ideologis yang tidak bertele-tele bahwa di balik alam ini ada Pencipta yang menjadikannya ada. Dan bahwa Sang Pencipta itu harus agung melebihi keagungan yang sempat terlintas dalam akal manusia yang lemah, harus lebih berkuasa di atas makna-makna kekuasaan yang dipahami manusia, dan Dia harus Maha hidup dengan puncak kesempurnaan makna-makna kehidupan. Dia tidak butuh dengan makhluk-makhluk ini, karena Dia ada sebelum mereka ada.

Dia harus Maha Mengetahui dengan puncak keluasan batas-batas pengetahuan Dia berada di atas hukum-hukum alam, karena Dia sendirilah yang menggariskannya. Keberadaannya sebelum apa saja yang ada, karena Dia adalah Penciptanya, dan Dia Maha ada setelah semuanya sirna, karena Dialah Yang Menentukan itu semuanya menjadi tiada.

Secara global, anda akan mendapati jiwa anda dipenuh oleh aqidah dan keyakinan ini, yakni bahwa Pencipta dan Pengatur alam ini memiliki semua sifat kesempurnaan di atas apa saja yang pernah tergambar dalam akal manusia yang lemah ini dan terbebas dari semua sifat kekurangan. Anda juga akan melihat akidah ini sebagai sebuah inspirasi nurani untuk nurani anda dan sebagai insting jiwa untuk jiwa anda,

فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ

“Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus.” (Ar-Rum: 30)

Setelah mukadimah di atas, berikut ini akan kami paparkan sebagian peristiwa alam yang menakjubkan. Kendati tidak banyak yang akan dipaparkan, namun berkaitan dengan kebesaran alam dengan ketelitian dan keseimbangan yang ada di dalamnya, anda akan merasa cukup -untuk kepuasan jiwa akan kebenarandengan apa yang telah saya sampaikan dalam mukadimah tadi.

Pertama: udara yang kita gunakan untuk bernapas ini terdiri dari beberapa unsur. Di antaranya ada dua bagian yang penting, ada yang baik untuk pernapasan manusia yang oleh para ahli kimia disebut oksigen, ada pula yang berbahaya yang disebut karbondioksida. Di antara keterkaitan antar kesatuan di alam wujud yang menakjubkan ini adalah bahwa bagian yang berbahaya bagi manusia, ternyata digunakan untuk bernapas oleh tumbuh-tumbuhan dan itu bermanfaat baginya. Pada saat manusia menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida, tumbuh-tumbuhan melakukan hal yang sebaliknya, yakni menghirup karbondioksida dan mengeluarkan oksigen. Coba lihatlah ikatan kerjasama yang rapi antara manusia dengan tumbuh-tumbuban dalam berbagai kebutuhan kehidupan yang terpenting bagi keduanya, yakni bernapas.

Kedua: anda makan makanan. Ternyata makanan itu terdiri dari berbagai unsur nabati dan hewani. oleh para pakar ia dibagi menjadi zat-zat makanan karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin. Maka anda akan melihat bahwa ludah bekerja untuk meleburkan sebagian protein dan melarutkan zat gula dan apa saja yang membutuhkan pelarutan. Sementara itu, usus besar bekerja mencerna karbohidrat dari daging, nasi, dan yang sejenisnya. Lalu Empedu yang dihasilkan oleh lever bekerja menghaluskan lemak dan membaginya kepada bagian-bagian kecil yang memungkinkan untuk diserap oleh tubuh. Setelah itu tibalah giliran pankreas. Ia mengeluarkan empat enzim (lipase, amilase, tripsin, dan insulin, pent.) yang masing-masing bekerja membantu kesempurnaan dari proses pencernaan ketiga zat tadi (karbobidrat, protein, dan lemak). Sementara enzim yang keempat bekerja mengubah susu menjadi keju. Coba renungkanlah suatu keterikatan kerja yang mengagumkan ini, antara unsur-unsur yang ada dalam tubuh manusia dan zat-zat makanan nabati dan hewani dari beragam jenis makanan yang dimakan oleh manusia.

Ketiga : Anda lihat bunga yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan. Lihatlah betapa bunga itu memiliki daun-daun yang indah, menarik, dan berwarna warni. Jika anda bertanya kepada para ahli biologi tentang hikmah dari itu semuanya, niscaya mereka akan menjawab itu semua berfungsi untuk menggoda lebah dan kumbang -yang kerjanya menghisap madu bunga- agar mau hinggap di atasnya. Sehingga, tatkala kumbang atau lebah tadi bertengger di atas benang sari yang ada di bunga tadi, ia menjatuhkan serbuk sari yang ada di benang sari ke kepala putik. maka sempurnalah jalannya penyerbukan. Lihatlah bagaimana bunga-bunga yang indah ini bisa menjadikan sebuah rangkaian hubungan yang serasi antara tumbuh-tumbuhan dan hewan, sehingga hewan bisa membantu tumbuh-tumbuhan dalam proses penyerbukan dalam rangka pembuahan.

Setiap yang ada di di alam ini akan memberitahukan kepada anda tentang adanya sebuah hikmah dan iradah yang tinggi, dominasi yang kuat dan hukum-hukum alam pada puncak ketelitian dan proporsionalitas yang berlaku. Tuhan dari hikmah ini, Sang Pemilik keagungan ini, Sang Peletak undang-undang dan hukum-hukum ini tidak lain adalah: Allah.

Al-Quran telah mengungkap hal ini secara rinci. Dalam mengarahkan pandangan kepada hikmah-hikmah yang menakjubkan dan rahasia-rahasia alam yang tinggi, hampir tiada satu pun ayatnya kecuali mengungkap anugerah dan nikmat-nikmat Allah, fenomena-fenomena kekuasaan dan hikmah-Nya, serta menganjurkan manusia agar senantiasa memperbarui pandangan dan kontinyuitas dalam memikirnya.

Allah berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ . وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ . وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ . وَمِنْ آيَاتِهِ مَنَامُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَاؤُكُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ . وَمِنْ آيَاتِهِ يُرِيكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَيُحْيِي بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi serta berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian karunia-Nya. Sesungguhnya terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan. Dan di antara tanda-tanda kekuasaannya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.” (Ar-Rum: 20-24)

Allah berfirman,

اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ . وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمُبْلِسِينَ . فَانْظُرْ إِلَى آثَارِ رَحْمَتِ اللَّهِ كَيْفَ يُحْيِي الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ ذَلِكَ لَمُحْيِي الْمَوْتَى وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira. Dan sesungguhnya sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar lelah berputus asa. Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia mana kuasa atas segala. sesuatu. (Ar-Rum: 48-50)

Dan masih banyak lagi ayat yang senada dengan itu dalam surat Ar-Ra’d, Al-Qashash, Al-Anbiya’, An-Naml, Qaaf, dan yang lainnya dari surat-surat dalam Al-Qur’an.

2. Globalitas Sifat-sifat Allah dalam Al-Qur’an

Ayat-ayat Al-Qur’an telah mengisyaratkan adanya sifat-sifat wajib bagi Allah dan sifat-sifat itu merupakan tuntutan kesempurnaan uluhiyah-Nya. Berikut ini anda bisa melihat ayat-ayat tersebut:

Tentang Wujud Allah

1. Allah SWT berfirman:

اللَّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى يُدَبِّرُ الْأَمْرَ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ بِلِقَاءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُونَ . وَهُوَ الَّذِي مَدَّ الْأَرْضَ وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْهَارًا وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ جَعَلَ فِيهَا زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ . وَفِي الْأَرْضِ قِطَعٌ مُتَجَاوِرَاتٌ وَجَنَّاتٌ مِنْ أَعْنَابٍ وَزَرْعٌ وَنَخِيلٌ صِنْوَانٌ وَغَيْرُ صِنْوَانٍ يُسْقَى بِمَاءٍ وَاحِدٍ وَنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ فِي الْأُكُلِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

“Allahlah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan, Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya) menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan(mu) dengan Tuhanmu. Dan Dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan -pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tandatanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang memikirkan. Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanam-tanaman, dan pohon kurma yang bercabang dan apa yang tidak bercabang. Kami melebihkan sebagian tanam-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (Ar-Ra’d: 2-4)

وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ . وَهُوَ الَّذِي ذَرَأَكُمْ فِي الْأَرْضِ وَإِلَيْهِ تُحْشَرُونَ . وَهُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ وَلَهُ اخْتِلَافُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian pendengaran, penglihatan, dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur. Dan Dialah yang menciptakan dan mengembangbiakkan kamu di bumi ini dan kepada-Nyalah kamu akan dihimpunkan. Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan dialah yang mengatur pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak memahaminya?” (Al-Mukminun: 78-80)

Semua ayat di atas menjelaskan kepada anda tentang sifat wujud bagi Allah. Dan hal itu secara argumentatif dibuktikan dengan af’al-af’al-Nya dalam mengatur urusan alam yang menakjubkan itu.

Qidam dan Baqa’
Allah berfirman,

هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Hadid: 3)

وَلَا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

“Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah tuhan apa pun yang lain. Tidak ada Tuhan melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Baginyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (AI-Qashash: 88)

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ. وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

“Semua yang ada di bumi itu pasti binasa. Dan tetap kekal dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (ArRahman: 26-27)

Sementara itu, pada ayat-ayat berikut ini terdapat isyarat langsung dari sifat-sifat Allah, yakni qidam dan baqa’:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)

“Katakan (Muhammad), ‘Dialah Yang Mahaesa Allah adalah tempat yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tiada seorang pun yang setara dengan Dia.”‘ (AI-Ikhlash: 1-4)

فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ الْأَنْعَامِ أَزْوَاجًا يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan, dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikannya kamu berkembang biak dengan jalan itu, Tiada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syura: 11)

Qiyamuhu Binafsihi (Berdiri Sendiri)

Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

“Hai manusia, kamulah yang berkehendak (butuh) kepada Allah, dan Allahlah Yang Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (Fathir: 15)

مَا أَشْهَدْتُهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَا خَلْقَ أَنْفُسِهِمْ وَمَا كُنْتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُدًا

“Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi, dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri, dan tidaklah aku mengambil orangorang yang menyesatkan itu sebagai penolong.” (Al-Kahfi: 51)

Pada ayat-ayat di atas terdapat isyarat akan kemahakuasaan Allah dan tidak butuhnya Dia kepada makhluk-Nya.

Wahdaniyat

وَقَالَ اللَّهُ لَا تَتَّخِذُوا إِلَهَيْنِ اثْنَيْنِ إِنَّمَا هُوَ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ. وَلَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَهُ الدِّينُ وَاصِبًا أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَتَّقُونَ . وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ

“Allah berfirman, ‘Janganlah kamu menyembah dua tuhan, sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Mahaesa, maka hendaklah kepadaKu saja kamu takut.’ Dan kepunyaan-Nyalah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan untuk-Nyalah ketaatan itu selama-lamanya. Maka mengapa kamu bertaqwa kepada selain Allah? Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allahlah (datangnya), dan bila kamu ditimpa kemudharatan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” (An-Nahl: 51-53)

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ . أَفَلَا يَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, ‘Bahwa Allah adalah satu dari yang tiga,’ padahal sekali-kali tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Mahaesa Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa siksa yang pedih. Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Maidah: 73-74)

أَمِ اتَّخَذُوا آلِهَةً مِنَ الْأَرْضِ هُمْ يُنْشِرُونَ . لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ . لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ . أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ هَذَا ذِكْرُ مَنْ مَعِيَ وَذِكْرُ مَنْ قَبْلِي بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ الْحَقَّ فَهُمْ مُعْرِضُونَ . وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi yang dapat menghidupkan (orang-orang mati)? Sekiranya ada di langit dan ada di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya akan rusak binasa. Maka Mahasuci Allah yang mempunyai Arsy dari apa yang mereka sifatkan. Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuatnya dan merekalah yang akan ditanyai. Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya? Katakanlah, ‘Unjukkanlah hujjahmu! (Al-Qur’an) ini adalah peringatan bagi orang-orang yang bersamaku, dan peringatan bagi orang-orang yang sebelumku. Sebenarnya kebanyakan dari mereka tidak mengetahui yang haq, karena itu mereka berpaling. Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, ‘Bahwasanya tiada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah Aku.” (Al-Anbiya’: 21-25)

قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ . قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ . سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ . قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ. بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِالْحَقِّ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ. مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ. عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Katakanlah, ‘Kepunyaan siapakah bumi ini dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui? Mereka akan menjawab,’Kepunyaan Allah.’ katakanlah, ‘Maka apakah kamu tidak ingat?’ Katakanlah, ‘Siapakah yang mempunyai langit yang tujuh dan’Arsy yang besar ? Mereka menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Maka apakah kamu tidak bertaqwa?’ Katakanlah, ‘Siapa yang ditangannya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari adzabnya, jika kamu mengetahui? Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘(Kalau demikian), dari jalan manakah kamu ditipu? Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan lain beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu.” (Al-Mukminun: 84-92)

قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَسَلَامٌ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِينَ اصْطَفَى آللَّهُ خَيْرٌ أَمَّا يُشْرِكُونَ . أَمَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا بِهِ حَدَائِقَ ذَاتَ بَهْجَةٍ مَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُنْبِتُوا شَجَرَهَا أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ بَلْ هُمْ قَوْمٌ يَعْدِلُونَ . أَمَّنْ جَعَلَ الْأَرْضَ قَرَارًا وَجَعَلَ خِلَالَهَا أَنْهَارًا وَجَعَلَ لَهَا رَوَاسِيَ وَجَعَلَ بَيْنَ الْبَحْرَيْنِ حَاجِزًا أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ . أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ . وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ . أَمَّنْ يَهْدِيكُمْ فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَنْ يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ تَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ . أَمَّنْ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَمَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

” Katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya. Apakah Allah yang lebih baik, atau apakah yang mereka persekutukan dengan Dia? Ataukah siapa yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air dari langit untukmu, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang sekali -kali kamu tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)? Bahkan sebenarnya mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran). Atau siapakah yang menciptakan bumi tempat berdiam dan menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut? Apakah di samping Allah ada tuhan yang lain? Bahkan sebagian besar dari mereka tidak mengetahui. Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan serta yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (-Nya). Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di daratan dan di lautan, dan siapa (pula)kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum datang rahmat-Nya (yakni hujan)?Apakah di samping Allah adatuhan (yang lain)? Mahatinggi Allah atas apayang mereka persekutukan (dengannya). Atau siapakah yang menciptakan manusia (dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi?Apakah di samping Allah adatuhan (yang lain)? Katakanlah,’Tunjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar.”‘ (An-Naml: 59-64)

Dan ayat-ayat lain yang menegaskan bahwa Allah itu esa dalam dzat-Nya, Esa dalam sifat-sifat-Nya, esa dalam af’al dan perbuatan-Nya. Tidak ada rabb selain Dia dan tiada sesembahan kecuali Dia.

Qudrah (Kemahamuasaan) Allah
Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ . ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّهُ يُحْيِي الْمَوْتَى وَأَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ . وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ

“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) sampailah kamu kepada Kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya tidak lagi mengetahui sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat di bumi ini kering, kemudian apabila telah mati kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah serta menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, Dan sesungguhnya hari Kiamat itu pastilah datang, dan tak ada keraguan padanya dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.” (Al-Hajj: 5-7)

مَا أَشْهَدْتُهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَا خَلْقَ أَنْفُسِهِمْ وَمَا كُنْتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُدًا

“Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan ciri mereka sendiri, dan tidaklah aku mengambil orang-orang Yang menyesatkan itu sebagai penolong.” (Al-Kahfi: 51)

وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِنْ لُغُوبٍ

“Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikit pun tidak ditimpa keletihan.” (Qaaf: 38)

وَهُوَ الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَحِجْرًا مَحْجُورًا . وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيرًا

“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan) yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit, dari Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi. Dan Dia pula yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu punya keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Makakuasa.” (At-Furqan: 53-54)

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ جِبَالٍ فِيهَا مِنْ بَرَدٍ فَيُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالْأَبْصَارِ. يُقَلِّبُ اللَّهُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ . وَاللَّهُ خَلَقَ كُلَّ دَابَّةٍ مِنْ مَاءٍ فَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى بَطْنِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى رِجْلَيْنِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى أَرْبَعٍ يَخْلُقُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah juga menurunkan butiran-butiran es dari langit, yaitu dari gumpalan-gumpalan awan untuk seperti gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya butiran-butiran es itu kepada Siapa yang di kehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang di dikehendakiNya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan. Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari ,it, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjajar di atas perutrya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian yang lain berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendakinya dan sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (An-Nur: 43-45)

Dan ayat-ayat lain yang menunjukkan kebesaran qudrah-Nya, kemegahan, dan keagungan-Nya.

Iradah Allah

Allah berfirman,

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

“Sesungguhnya perintah-Nya apabila menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, ‘Jadilah,’ maka terjadilah ia.” (Yasin: 82)

وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan di negeri itu. Maka sudah sepantasnya beriaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu dengan sehancur-hancurnya (Al-Isra’: 16)

Berkenaan dengan Khidir dan Musa as., Allah berfirman,

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا

“Maka Tuhanmu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu, dan bukanlah aku melakukannya dengan kemauanku sendiri. Demikian adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.” (Al-Kahfi: 82)

يُرِيدُ اللَّهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ وَيَهْدِيَكُمْ سُنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَيَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ. وَاللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَنْ تَمِيلُوا مَيْلًا عَظِيمًا. يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا

“Allah hendak menerangkan (hukum syariat-Nya) kepadamu, dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang-orang yang sebelum kamu (para nabi dan shalihin) dan (hendak) menerima taubatmu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mendekati hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran). Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan Manusia dijadikan bersifat lemah.” (An-Nisa’: 26-28)

Dan ayat-ayat lain yang mengisyaratkan penegasan akan iradah Allah dan bahwa iradah-Nya berada di atas segala bentuk iradah dan kehendak yang ada.

وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Dan kamu tidak menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.” (Al-Insan: 30)

Ilmu Allah
Firman Allah,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي الْآخِرَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ . يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ الرَّحِيمُ الْغَفُورُ

“Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, serta bagi-Nya segala puji di akhirat. Dan Dialah yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui, Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, dan apa yang keluar darinya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dialah Yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun.” (Saba’: 1-2)

يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُسِرُّونَ وَمَا تُعْلِنُونَ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ

“Dia mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang di bumi, mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakanDan Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” (At-Taghabun: 4)

Berkenaan dengan cerita tentang Luqman yang berwasiat kepada putranya, Allah berfirman,

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

“(Luqman berkata),’Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui.” (Luqman: 16)

Berkaitan dengan apa yang terjadi dengan Nabi Syu’aib dan kaumnya, Allah berfirman,

قَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا مِنْ قَوْمِهِ لَنُخْرِجَنَّكَ يَا شُعَيْبُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَكَ مِنْ قَرْيَتِنَا أَوْ لَتَعُودُنَّ فِي مِلَّتِنَا قَالَ أَوَلَوْ كُنَّا كَارِهِينَ . قَدِ افْتَرَيْنَا عَلَى اللَّهِ كَذِبًا إِنْ عُدْنَا فِي مِلَّتِكُمْ بَعْدَ إِذْ نَجَّانَا اللَّهُ مِنْهَا وَمَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَعُودَ فِيهَا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّنَا وَسِعَ رَبُّنَا كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِينَ

“Pemuka-pemuka dari kaum Syu’aib menyombongkan ciri seraya berkata, ‘Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, kecuali kamu kembali kepada agama kami’Syu’aib berkata, ‘Dan apakah (kamu akan mengusir kami) kendali pun kami tidak menyukainya?’ Sungguh, kami mengadakan kebohongan yang sangat besar terhadap Allah jka kami kembali kepada agamamu sesudah Allah melepaskan kami daripadanya. Dan tidaklah kami patut kembali kepadanya, kecuali jika Allah Tuhan kami meng hendaki(nya) pengetahuan Tuhan kami meliputi segala sesuatu. Kepada Allah sajalah kami bertawakal. Ya Allah, berilah putusan antara kami dan kaum kami dengan haq dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya.” (Al-Araf: 88-89)

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidakkah kamu perhatikan bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang yang melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang melainkan Dialah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan (antara) jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah mengetahui segala sesuatu.” (Al-Mujadilah: 7)

وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قُرْآنٍ وَلَا تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَلَا أَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْبَرَ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur’an serta kamu tidak mengerjakan satu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu walaupun sebesar dzarah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (laun mahfuzh).” (Yunus: 61)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang menunjukkan keluasan ilmu (Kemahatahuan) Allah dan lingkup penguasaanNya akan segala sesuatu, yang sedikit maupun yang banyak, yang kecil maupun yang besar.

Hayat (Kemahahidupan) Allah

Allah berfirman,

اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

“Allah tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur, kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.” (Al-Baqarah: 255)

الم . اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ . نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ

“Alif lam mim. Allah tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)melainkan Dia. Yang Hidup kekal lagi senantiasa berdiri sendiri. Dia menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya, membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil sebelum Al-Qur’an, menjadi petunjuk bagi manusia dan Dia menurunkan AL-Furqan.” (Ali lmran: 1-3)

اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ قَرَارًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ فَتَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ . هُوَ الْحَيُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Allahlah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberimu rezeki dengan sebagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Mahaagung Allah Tuhan semesta alam. Dialah yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepadanya. Segala puji Allah Tuhan semesta Alam.” (Al-Mukmin: 64-65)

Dan masih banyak lagi ayat lain yang menunjukkan bahwa Allah tabaraka wa ta’ala memiliki sifat kekekalan hidup yang sempurna, tiada satu pun yang melebihi kesempurnaannya.

Sama’ dan Bashar Allah

Allah berfirman,

قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ

“Sesungguhnya Allah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengarkan soal-jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Al-Mujadilah: 1)

أَرَأَيْتَ الَّذِي يَنْهَى . عَبْدًا إِذَا صَلَّى . أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَى الْهُدَى . أَوْ أَمَرَ بِالتَّقْوَى . أَرَأَيْتَ إِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى . أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَى

“Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang seorang hamba ketika dia mengerjakan shalat, bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran, atau dia menyuruh bertaqwa? Bagaimana pendapatmu Jika Jika orang yang melarang itu berdusta dan berpaling? Tidakkah ia mengetahui bahwa Allah Maha Melihat atas segala perbuatannya”. (Al-Alaq: 9- 14)

Tatkala Allah mengutus Musa dan Harlan kepada Fir’aun, Dia berfirman,

اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى . فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى . قَالَا رَبَّنَا إِنَّنَا نَخَافُ أَنْ يَفْرُطَ عَلَيْنَا أَوْ أَنْ يَطْغَى . قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى

“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya ia lelah melampaui batas, maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” Berkatalah mereka berdua, “Ya Tuhan kami sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas.” Allah berfirman, “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua. Aku mendengar dan melihat.” (Thaha: 43-46)

يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ . وَاللَّهُ يَقْضِي بِالْحَقِّ وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لَا يَقْضُونَ بِشَيْءٍ إِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati. Dan Allah menghukum dengan keadilan. Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tiada dapat menghukum dengan sesuatu apapun. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha mengetahui.” (Al-Mukmin: 19-20)

Dan ayat-ayat lain yang menunjukkan sifat sama’ dan bashar Allah swt.

Kalam Allah

Allah berfirman,

وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا

“Dan Allah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (An-Nisa’: 164)

أَفَتَطْمَعُونَ أَنْ يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِنْ بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka mengetahui?” (Al-Baqarah: 75)

Dan banyak ayat lain yang menunjukkan bahwa Allah memiliki sifat kalam.

Sifat-sifat Allah Tidak terhingga
Sifat-sifat Allah dalam Al-Qur’anul Karim banyak sekali. Kemuliaan-Nya tidak terhingga. Akal manusia tidak mampu untuk menyelami kedalaman hakekat sifat-sifat tadi. Mahasuci Allah, kami tidak mampu menghitung pujian-pujian atas-Nya sebagaimana Ia memuji diri-Nya.

Antara Sifat-sifat Allah dan Sifat-sifat Makhluk

Satu hal yang harus dipahami seorang mukmin bahwa makna yang dimaksudkan dalam kandungan lafal pada sifat-sifat Allah berbeda secara diametral dengan makna yang terkandung dalam lafal yang sama pada sifat-sifat makhluk, Maka ketika anda mengatakan bahwa Allah itu ‘alim dan ilmu merupakan sifat Allah, anda juga mengatakan fulan ‘alim dan ilmu merupakan sifat manusia. Nah, apakah makna yang dimaksud dalarn kalimat ini sama? Sekali-kali tidak akan pernah sama! Sesungguhnya ilmu Allah tidak terhingga kesempurnaannya dan sama sekali tidak bisa diperbandingkan dengan ilmu makhluk.

Demikian pula halnya dengan sifat hayat, sama’, bashar, kalam, qudrah, dan iradah. Semua yang dimaksudkan pada lafal dalam sifat-sifat itu berbeda dengan makna yang ditunjukkan lafal yang sama pada sifat-sifat makhluk dari segi kesempurnaan dan kaifiyah, karena Allah swt. tidak menyerupai sesuatu pun dari makhluk-Nya. Pahamilah masalah ini dengan baik, karena hal ini sangat sensitif. Anda tidak dituntut mengetahui hakekatnya. Cukuplah bagi anda mengetahui bekasnya di alam ini dan hal-hal aksiomatik yang ada pada diri anda (karena pengaruh dari sifat-sifat tadi). Kepada Allah kita memohon sebaik-baik taufik dan perlindungan dari segala salah dan cela.

Dalil-dalil Aqli dan Manthiqi Atas Eksistensi Sifat-sifat Allah

Dalam menetapkan sifat-sifat Allah, para ulama aqidah antara lain bertumpu pada argumen-argumen logika dan analogi dialektika. Kami katakan, “Ini baik, karena akal merupakan asas ma’rifah dan sebab diturunkannya taklif (kewajiban menjalankan syariat agama). juga pada syariat yang sama agar tidak ada yang syubhat dan meragukan di dalamnya.

Namun ternyata masalahnya jauh lebih jelas daripada itu. Wujud Allah dan pengukuhan akan sifat-sifat kesempurnaan yang mutlak bagi-Nya adalah deretan aksioma yang pembuktiannya tidak membutuhkan dalil atau argumentasi untuk hal itu, kecuali bagi orang yang sombong dan ada penyakit di hatinya, yang sesungguhnya dalil itu tidak berguna baginya dan hujjah apapun tidak bermanfaat baginya.

Kendati demikian, untuk menambah faedah kami akan menyebutkan sebagian argurnentasi logika, baik yang global maupun yang rinci.

Pertama, alam wujud, keagungan, dan keteraturannya menunjukkan wujud sang Pencipta, dengan segala kebesaran dan kesempurnaan-Nya.

Kedua, sesungguhnya yang tidak memiliki sesuatu tidak akan bisa memberi. maka jika yang mengadakan alam ini tidak memiliki sifat-sifat kesempurnaan, bagaimana mungkin ada pengaruh dari sifat-sifat itu pada makhluk-Nya?

Ketiga, ini lebih khusus bahwa sang Pencipta alam ini esa, tidak berbilang (lebih dari satu). Kalau berbilang, maka itu akan menimbulkan kerusakan, perselisihan, dan perasaan lebih tinggi daripada yang lain. Apalagi permasalahan uluhiyah terletak pada kebesaran dan keagungan. juga apabila salah satu dari yang berbilang itu mendominasi yang lain, maka praktis sifat-sifat yang lainnya tidak berfungsi Jika mereka bekerja sama, maka sebagian dari sifat mereka akan tidak berfungsi pula. Sementara tidak berfungsinya sifat-sifat uluhiyah itu bertentangan dengan kemuliaan dan keagungan-Nya. Oleh karena itu, Dia harus esa, tiada tuhan selain Dia.

Ini adalah sebagian contoh dari argumen-argumen aqli atas wujud sang Khaliq dan eksistensi dari sifat-sifat-Nya. Barangsiapa ingin memahami lebih dalam, ia bisa berpanjang lebar membicarakannya. Namun, sesungguhnya hal ini telah terpatri dalam jiwa-jiwa yang jernih, serta bersemayam di kedalaman hati yang bersih.

وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ

“Barangsiapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tidaklah ia mempunyai cahaya sedikit pun.” (An-Nur: 40)

Pertanyaan yang Banyak Menghantui Pikiran Manusia
Dalam hadits dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Rasul Allah saw. telah bersabda,

لَا يَزَالُ النَّاسُ يَتَسَاءَلُونَ حَتَّى يُقَالَ هَذَا خَلَقَ اللَّهُ الْخَلْقَ فَمَنْ خَلَقَ اللَّهَ فَمَنْ وَجَدَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَلْيَقُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ

“Terus-menerus manusia itu saling bertanya, sampai mengatakan ini, ‘Allah menciptakan makhluk, maka siapa yang menciptakan Allah?’ Barangsiapa terbersit (dalam benaknya) hal itu, maka ucapkanlah, ‘Aku beriman kepada Allah “‘ (Muslim)”8)

Pertanyaan semacam ini dari sana memang sudah salah. Kita diperintahkan untuk tidak berpikir dan menganalisa tentang dzat Allah. Hal ini dikarenakan akal kita terbatas, bahkan tidak mampu untuk sekedar mengetahui diri kita sendiri Maka sudah barang tentu kita lebih tidak mampu lagi mengetahui hakekat dzat Allah. Kendati demikian, pertanyaan seperti ini banyak menyelimuti jiwa-jiwa sebagian manusia, dan kami ingin menjelaskannya dengan satu jawaban Yang bisa memuaskan jiwa, insya Allah. Jika anda menaruh buku di atas meja yang ada di kamar anda, kemudian anda keluar dari kamar dan sesaat kemudian kembali ke kamar tadi, ternyata anda melihat buku Yang semula anda taruh di atas meja tadi tiba-tiba sudah berada di dalam laci. Maka anda sangat yakin bahwa ada seseorang Yang memindahkannya ke dalam laci, karena anda tahu di antara sifat buku adalah tidak bisa bergerak dan berpindah sendiri. Perhatikan baik-baik statemen ini, dan mari kita berpindah kepada statemen Yang lain.

Seandainya di dalam kamar anda bersama seseorang Yang duduk di atas kursi, kemudian anda keluar sesaat kemudian kembali ke kamar tadi, ternyata anda lihat orang tadi duduk di lantai misalnya. Anda tidak mungkin bertanya kepadanya tentang sebab perpindahannya (dari kursi ke lantai). Anda pun tidak yakin ada orang lain Yang memindahkannya, karena anda paham bahwa di antara sifat orang tadi adalah ia bisa berpindah sendiri dan tidak membutuhkan Yang lain untuk memindahkannya.

Perhatikan statemen kedua ini, kemudian simaklah apa yang saya katakan berikut, “Ketika makhluk-makhluk ini semuanya ada dan kita tahu di antara sifat dan tabiatnya adalah ia tidak mungkin ada dengan sendirinya, tetapi pasti ada Yang mengadakan, maka kita tahu bahwa yang membuatnya menjadi wujud ini adalah Allah swt. Kesempurnaan uluhiyah berarti ketidakbutuhan Ilah kepada selain-Nya, bahkan di antara sifat-Nya adalah berdiri sendiri. Maka (dengan begitu) kita tahu bahwa Allah wujud dengan sendiri-Nya dan tidak butuh Yang lain untuk mengadakan-Nya. Jika dua statemen Yang ada di atas tadi anda bandingkan, jelaslah posisi maqam (eksistensi Allah) ini dengan akal manusia Yang lebih terbatas. Kita memohon perlindungan kepada Allah dari kesalahan. Sesungguhnya Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Berikut ini berbagai pendapat dari para cendekiawan Eropa tentang pembuktian wujud Allah dan penegasan akan kesempurnaan sifat-sifat-Nya, dan Allah adalah penjamin taufiq bagi kita.

Pendapat-pendapat Para Pakar Ilmu Eksak dalam Pembuktian Wujud dan Sifat-sifat Allah.

Di muka telah kita jelaskan bahwa aqidah ini adalah sesuatu Yang fitri dalam jiwa Yang bersih, bersemayam dalam pikiran Yang jernih, bahkan ia mendekati aksioma Yang diperkuat oleh pembuktian-pembuktian akal dari generasi ke generasi. Oleh karenanya, ia diyakini oleh para pakar ilmu eksak Barat dan yang lainnya, meski mereka tidak mendapatkannya dari salah satu agama yang ada.

Kami akan mengungkapkan kepada anda sebagian dari kesaksian mereka. Bukan dalam rangka mendukung aqidah ini, tetapi suatu pembuktian akar, keberadaannya secara aksiomatik sebagai bantahan yang telak kepada mereka yang berusaha untuk keluar dari ikatan aqidah ini dan berusaha menipu ha ti nuraninya dengan kebatilan.

1. Dykart, seorang ilmuwan Perancis mengatakan, “Sesungguhnya aku beserta pengakuan akan keterbatasan diriku merasakan akan keharusan adanya dzat yang sempurna. Dan aku harus mempunyai keyakinan bahwa perasaan telah menjadikan dalam dzatku akan bertenggernya dzat sempurna yang memiliki semua sifat kesempurnaan. Dia adalah: Allah.

Dalam pengakuannya ini ia menegaskan kelemahan dan keterbatasan dirinya. Pada saat yang sama ia menegaskan akan adanya Allah dengan segala kesempurnaan-Nya. Ia mengakui bahwa perasaan dan nuraninya adalah anugerah dan fitrah Allah yang diberikan kepadanya.

فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا

“Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrahnya tadi.” (Ar-Rum: 30)

2. Isac Newton, seorang ilmuwan terkenal dari Inggris dan penemu hukum gravitasi berkata, “Janganlah kalian meragukan adanya pencipta, karena sesungguhnya sangat tidak masuk akal pendapat yang mengatakan bahwa alam ini ada dengan tiba-tiba sebagai hukum adanya wujud alam ini.”

3. Hertzel, seorang ahli astronomi dari Inggris mengatakan, “Semakin luas lingkup pengetahuan, akan semakin bertambah argumentasi yang kuat dan pasti akan adanya pencipta azali, yang tidak terbatas kekuasaan-Nya dan tidak berkesudahan. Para ahli geologi, matematika, astronomi, dan fisika telah bersepakat untuk mengukuhkan sebuah gema ilmu, yakni gema akan keagungan Allah semata.

4. Lynich, sebagaimana dikutip oleh Caml Phlamrion, seorang ilmuwan Perancis, dalam bukunya ‘Allah di Alam ini” mengatakan,

‘Allah yang azali, abadi, Maha Mengetahui dan berkuasa atas segala sesuatu, telah tampak di hadapan saya keindahan ciptaan-Nya, sehingga saya terkagum-kagurn dibuatnya. Sungguh, alangkah indah kekuasaan, hikmah, dan ciptaan ini, dari yang terkecil hingga yang terbesar. Sesungguhnya manfaat-manfaat yang bisa didapat dari ciptaan-ciptaan ini menunjukkan kebesaran rahmat Allah yang diberikan kepada kita, sebagaimana kesempurnaan dan keserasian satu sama lain yang menunjukkan keluasan hikmah-Nya. Demikian pula pemeliharaan ciptaan-ciptaan tadi dari kepunahan, dan tumbuh-kembangnya membuktikan akan kemuliaan serta keagungan-Nya.

5. Herbert Spencer, seorang ilmuwan Inggris, dalam risalahnya tentang pendidikan mengatakan, “Ilmu itu bertentangan dengan khurafat, tetapi tidak bertentangan dengan agama. Terdapat ruh zindiq (mistik sesat) dalam banyak ilmu pengetahuan alam yang tersebar. Akan tetapi ilmu yang benar, yang melampaui informasi-informasi sepenggal dan masuk kedalaman hakekat yang sesungguhnya, berlepas dari ruh semacam tadi. Ilmu alam tidak bertentangan dengan agama. Konsentrasi kepada (pendalaman) ilmu alam merupakan ibadah dan pengakuan secara tidak langsung, serta penghargaan terhadap ciptaan-ciptaan yang dilihat dan dialami, sekaligus pengakuan akan Penciptanya; bukan hanya sekedar dengan tasbih lisan, tetapi tasbih amal (operasional). Bukan hanya penghargaan kosong, tetapi penghargaan yang membuahkan pengorbanan waktu, pemikiran, dan amal. ilmu semacam ini tidak meniti jalan feodalisme (baca: pemaksaan) dalam memahamkan manusia akan kemustahilan untuk mengetahui causa prima, yakni Allah. Akan tetapi ia meniti manhaj yang jelas untuk memahamkan kepada kita akan kemustahilan hal itu dan menyampaikan kepada kita akan semua batas yang tidak mungkin bisa dilampaui oleh akal. Kemudian dengan tenang dan penuh keyakinan sampailah pada kesudahan, yakni memperlihatkan kepada kita akan sebuah metodologi yang menunjukkan bahwa kecilnya akal seorang manusia tidak bisa disamakan dengan orang yang melihat (dan bisa menganalisa) setetes air. Ia tahu bahwa setetes air itu terdiri dari dua unsur kimia, yakni oksigen dan hidrogen dengan kadar tertentu, yang seandainya kadar ini berubah sedikit saja. maka akan menjadi sesuatu yang lain, bukan air lagi. Dari situ ia meyakini keagungan, kekuasaan, hikmah, dan ilmu sang Khaliq yang luas, dengan perasaan yang jauh lebih besar, lebih agung, dan lebih kuat dari selain ahli ilmu alam yang barangkali melihat alam ini tidak hanya sebatas setetes air, Begitu pula seorang ilmuwan yang melihat setetes embun. Maka dengan mikroskop ia mengetahui keindahan konstruksi dan kerumitan unsur-unsur yang ada di sana, tentu dengan keindahan sang Khaliq dan kejelian hikmah-Nya, ia akan merasakan sesuatu yang lebih besar daripada yang ia ketahui dari setetes embun tadi.

Pendapat-pendapat para ahli ilmu alam dalam hal itu banyak, namun yang kita ungkap tadi barangkali sudah cukup. Kita mengungkap pendapat tadi semata-mata supaya pemuda kita mengetahui bahwa agama yang mereka peluk benar-benar mendapat rekomendasi dari Allah. Sehingga semakin bertambah ilmu, semakin bertambah pula kekuatan, keyakinan, dan dukungan. Sesuai dengan firman Allah,

سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (Fushilat: 53)

Ayat-ayat dan Hadits-haditsnya
Di dalam Al-Qur’an dan Sunah ada sejumlah ayat dan hadits yang tampak secara lahir mempersamakan dzatAllah swt. Dengan makhluk-Nva dalam beberapa sifat mereka. Sebagai contoh, akan kami sebutkan beberapa di antaranya lalu dengan beberapa komentar tentangnya. Kepada Allahlah kami memohon taufik agar kita dapat sampai kepada keterangan yang benar mengenai masalah ini, yang telah sekian lama menjadi bahan perbincangan dan perdebatan di tengah masyarakat, hingga saat-saat ini. Dan agar Dia menjauhkan kita dari kekeliruan serta memberikan ilham kebenaran. Dialah dzat yang mencukupi kita, dan Dialah sebaik-baik Pelindung.

Beberapa Contoh Ayat Sifat

Allah swt. berfirman,

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ . وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal wajah9) Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (ArRahman: 26-27)

juga ayat-ayat lain, yang menyebut kata “wajah”, maka kata itu dinisbatkan kepada Allah swt.

Allah swt. berfirman,

وَلَقَدْ مَنَنَّا عَلَيْكَ مَرَّةً أُخْرَى . إِذْ أَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّكَ مَا يُوحَى . أَنِ اقْذِفِيهِ فِي التَّابُوتِ فَاقْذِفِيهِ فِي الْيَمِّ فَلْيُلْقِهِ الْيَمُّ بِالسَّاحِلِ يَأْخُذْهُ عَدُوٌّ لِي وَعَدُوٌّ لَهُ وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِنِّي وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي

“Dan sesungguhnya Kami lelah memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu sesuatu yang dilihamkan. Yaitu, ‘Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir’aun) musuhKu dan musuhnya.’Dan Aku lelah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku, dan supaya kamu diasuh di bawah mata10) (pengawasan)-Ku-” (Thaha: 37-39)

Dan firman-Nya,

وَأُوحِيَ إِلَى نُوحٍ أَنَّهُ لَنْ يُؤْمِنَ مِنْ قَوْمِكَ إِلَّا مَنْ قَدْ آمَنَ فَلَا تَبْتَئِسْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ . وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا وَلَا تُخَاطِبْنِي فِي الَّذِينَ ظَلَمُوا إِنَّهُمْ مُغْرَقُونَ

“Dan diwahyukan kepada Nuh bahwa sekali-kali ticlak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang lelah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu; mereka kerjakan. Dan buatlah bahtera itu dengan ‘mata-mata’11) (pengawasan) dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zhalim itu. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (Hud: 36-37)

Seperti ayat di atas, seluruh ayat yang di dalamnya ada kata “mata” (pengawasan), ia selalu dinisbatkan kepada Allah swt.

Allah swt. berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan12) Allah di atas tangan mereka. Barangsiapa melanggar janjinya, maka akibat dari ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar.” (Al-Fath: 10)

Dan Firman-Nya,

وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ

“Orang-orang Yahudi berkata, ‘Tangan13) Allah terbelenggu,’ sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang lelah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua tangan14) Allah terbuka Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki.” (Al-Maidah: 64)

Dan firman-Nya,

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ

“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami lelah menciptakan binatang lemak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan tangan15) Kami sendiri, lalu mereka menguasainya?” (Yasin: 71)

Allah swt. berfirman

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri16)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembalimu.” (Ali-Imran: 28)

Juga firman-Nya,

وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ

“Dan (ingatlah) tatkala Allah berfirman, ‘Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah.’ Isa menjawab, ‘Maha suci Engkau. Tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (untuk mengatakannya). Jika aku telah mengatakannya tentulah Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri17)-Mu. Sesungguhnya Engkau mengetahui perkara yang ghaib-ghaib.” (Al-Maidah: 116)

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di ‘Arsy18).” (Thaha: 5)

Juga ayat-ayat semisal yang berbicara tentang istiwa’ (bersemayam), semua disandarkan kepada Allah swt.

وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُونَ

“Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan di atas19) semua hambaNya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.” (Al-An’am: 61)

Juga firman-Nya,

أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِي

“Atau apakah kamu merasa aman terhadap dzat yang di langit20) bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kamu kelak akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku,” (Al-Mulk: 17)

Juga firman-Nya

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ وَالَّذِينَ يَمْكُرُونَ السَّيِّئَاتِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَكْرُ أُولَئِكَ هُوَ يَبُورُ

“Barangsiapa menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik21) perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan, bagi mereka adzab yang keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur.” (Fathir: 10)

Allah swt. Berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا

“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti22) Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (Al-Ahzab: 57)

Juga firman-Nya,

وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِينَ

“Dan (Ingatlah) Maryam putri lmran yang memelihara kehormatannya, maka kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh23) Kami, dan dia membenarkan kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat.” (At-Tahrim: 12)

Dan firman-Nya,

كَلَّا إِذَا دُكَّتِ الْأَرْضُ دَكًّا دَكًّا . وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا

“Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi digoncangkan berturut-turut, dan datanglah24) Tuhanmu-, sedang malaikat berbaris-baris.” (Al-Fajr: 21-22)

Beberapa Contoh Hadits Sifat
Dalam beberapa hadits disebutkan beberapa lalat yang senada dengan beberapa ayat yang disebutkan di atas, yang dinisbatkan kepada Allah, seperti wajah, tangan, dan semisalnya. Kami akan menukilkan dari hadits-hadits nabi, beberapa lafal lain yang juga dinisbatkan kepada Allah swt. Antara lain:

Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bersabda,

خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ عَلَى صُورَتِهِ طُولُهُ سِتُّونَ ذِرَاعًا فَلَمَّا خَلَقَهُ قَالَ اذْهَبْ فَسَلِّمْ عَلَى أُولَئِكَ النَّفَرِ مِنْ الْمَلَائِكَةِ جُلُوسٌ فَاسْتَمِعْ مَا يُحَيُّونَكَ فَإِنَّهَا تَحِيَّتُكَ وَتَحِيَّةُ ذُرِّيَّتِكَ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ فَقَالُوا السَّلَامُ عَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللَّهِ فَزَادُوهُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ فَكُلُّ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ آدَمَ فَلَمْ يَزَلْ الْخَلْقُ يَنْقُصُ بَعْدُ حَتَّى الْآنَ

“Allah menciptakan Adam dengan bentuknya25); tingginya enam puluh zira’ (satu zira’= satu hasta, yaitu ukuran dari siku sampai ujung jari tengah)- Tatkala menciptakannya, Dia berkata, ‘Pergi dan berikan salam kepada mereka itu (sekelompok malaikat yang tengah duduk-duduk) dan dengarlah salam yang akan mereka ucapkan kepadamu. Ia adalah salam untukmu dan untuk anak turunmu.’Adam pun berkata, ‘Assalamu’alaikum’ Malaikat menjawab, Wa’alaikum salam warahmatullah.’(mereka menambahkan ‘warahmatullah’) Setiap orang yang masuk surga dengan bentuk seperti Adam, Penciptaan sementara masih kurang, hingga sekarang.” (Bukhari dan Muslim)

Dari Anas bin Malik ra., dari Nabi saw., beliau bersabda,

لَا تَزَالُ جَهَنَّمُ يُلْقَى فِيهَا وَتَقُولُ هَلْ مِنْ مَزِيدٍ حَتَّى يَضَعَ رَبُّ الْعِزَّةِ فِيهَا قَدَمَهُ فَيَنْزَوِي بَعْضُهَا إِلَى بَعْضٍ وَتَقُولُ قَطْ قَطْ بِعِزَّتِكَ وَكَرَمِكَ وَلَا يَزَالُ فِي الْجَنَّةِ فَضْلٌ حَتَّى يُنْشِئَ اللَّهُ لَهَا خَلْقًا فَيُسْكِنَهُمْ فَضْلَ الْجَنَّةِ

“Neraka Jahanam senantiasa dilempari penghuni, lalu ia berkata, ‘Apakah ada tambahan lagi?’ Hingga Allah -Rabbul izzati meletakkan telapak kaki26)-Nya. Maka mengkerutlah Jahanam itu dan berkata, ‘Cukup, cukup, demi kehormatan dan kemuliaanMu.’ Dan di surga senantiasa ada kelebihan, hingga Allah menciptakan untuknya ciptaan (penambahan) surga lalu menempatkan mereka di penambahan surga itu.” (Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra, berkata, bersabda Rasulullah saw.,

لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ أَحَدِكُمْ مِنْ أَحَدِكُمْ بِضَالَّتِهِ إِذَا وَجَدَهَا
“Allah lebih gembira27) -lantaran taubatnya salah seorang dari kalian- dari seseorang yang kehilangan barang bawaan (sudah putus asa untuk mendapatkannya) tiba-tiba menemukannya kembali.” (Bukhari Muslim)

Dalam Memahami Masalah ini, Lahirlah Beberapa Kelompok
1. Sekelompok orang mengambil lahirnya teks sebagaimana adanya. Mereka mempersamakan wajah Allah dengan wajah-wajah makhluk-Nya, tangan Allah dengan tangan-tangan mereka, tawa Allah dengan tawa mereka, begitulah seterusnya sampai mereka mengasumsikan Tuhan sebagai sesosok syaikh (orang tua) dan sebagian yang lain mengasumsikan-Nya sebagai seorang pemuda. Mereka itulah yang disebut sebagai musyabbihah (penyerupaan) atau mujassimah (personifikasi). Mereka sama sekali tidak memahami Islam, dan kata-kata mereka jauh dari kebenaran. Untuk menolak mereka, cukuplah dengan ayat berikut.

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syura: 11)

Dan firman-Nya,

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
“Katakanlah, Dialah Allah Yang Mahaesa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.” (Al-lkhlash: 1-4)

2. Sekelompok orang ada yang menafikan makna-makna yang terkandung dalam lafal-lafal di atas dalam segala bentuknya. Dengan demikian, mereka ingin menghapuskan kandungan maknanya dari sisi Allah swt. Allah swt. -bagi mereka- tidak berbicara, tidak mendengar, dan tidak melihat. Karena semua itu tidak mungkin terjadi kecuali dengan alat pengindera. Padahal adanya alat pengindera harus dinafikan dari Allah swt. Dengan prinsip begitu, mereka hakekatnya meniadikan sifat-sifat Allah dengan alasan menyucikan dzat-Nya. Mereka itulah yang disebut dengan al-mu’athilah. Sebagian ulama aqidah menyebutnya sebagai al-jahmiyah.

Saya tidak yakin bahwa seseorang yang memiliki akal pikiran bisa membenarkan kata-kata dan logika berpikir yang rancu ini. Bukankah telah banyak terbukti bahwa ucapan, pendengaran, dan penglihatan pada sebagian makhluk terjadi tanpa adanya alat pengindera? Bagaimana mungkin kalam dzat yang Mahabenar tergantung kepada alat pengindera? Mahasuci Allah dari semua penyifatan itu.

Itulah dua kelompok yang tidak perlu diperbincangkan lebih banyak lagi. Di hadapan kita tinggallah dua pandangan, yang keduanya itu lelah dijadikan obyek diskusi oleh kalangan ulama aqidah. Keduanya adalah padangan ulama salaf dan ulama khalaf.

Mazhab Ulama Salaf Dalam Memahami Ayat dan Hadits Sifat
3. Adapun ulama salaf (semoga Allah meridhai mereka), mereka berkata, “Kita beriman kepada ayat-ayat dan hadits-hadits sebagaimana adanya dan menyerahkan penjelasan tentang maksudnya kepada Allah swt. Mereka menetapkan adanya ‘tangan, ‘mata’, ‘bersemayam’, ‘tertawa’, ‘takjub’, dan sebagainya, dengan maksud yang tidak kita ketahui dan kita serahkan kepada Allah cakupan kandungannya. Lagi pula Rasulullah saw, lelah melarang kita dari itu dalam sabdanya,
تَفَكَّرُوا فِي خَلْقِ اللهِ، وَلاَ تَتَفَكَّرُوْا فِي اللهِ، فَإِنَّكُمْ لَنْ تَقْدِرُوْا قَدْرَهُ
“Berpikirlah kalian tentang ciptaan Allah dan jangan berpikir tentang dzat Allah, karena kalian tidak bakal menjangkaunya.”

Berkata Al-Iraqi, diriwayatkan dari Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah dengan sanad lemah, diriwayatkan oleh Al-Asbahani dalam At-Targhib war Tarhib dengan sanad lebih baik dari itu, juga diriwayatkan oleh Abu Syaikh, dengan kesepakatan di antara mereka -semoga Allah meridhai mereka- akan penafian adanya persamaan antara apa yang ada pada Allah dan apa yang ada pada makhluk-Nya.

a. Abul Qasim AI-Lalikai dalam Ushulus Sunnah dari Muhammad bin Al-Hasan, sahabat Abu Hanifah -semoga Allah meridhai mereka- berkata, “Para ahli fiqih, seluruhnya; dari Timur hingga Barat, sepakat tentang keimanan kepada ayat-ayat Qur’an dan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh para rawi terpercaya dari Rasulullah saw, tentang sifat Allah tanpa tafsir (interpretasi), washf (mensifati, dalam pengertian menetapkan sifat yang tidak pada tempatnya), dan tasybih. Barangsiapa melakukan interpretasi -saat ini- tentang sebagian darinya, ia telah keluar dari jalan yang dahulu ditempuh oleh Nabi saw. dan telah pula keluar dari jamaah. Demikian itu karena mereka tidak pernah melakukan penyifatan dan interpretasi atasnya. Mereka berfatwa dengan apa-apa yang terdapat pada Kitabullah dan Sunah Rasul, lalu diam.”

b. Al-Khallal menyebutkan dalam buku As-Sunnah dari Hanbal, dan Hanbal juga menuturkannya dalam buku-bukunya, seperti buku As-Sunnah wal Mihnah, “Saya (Hanbal) bertanya kepada Abdullah tentang hadits-hadits yang meriwayatkan bahwa Allah swt. turun ke langit dunia ‘atau Allah menyaksikan…’ atau Allah meletakkan telapak kaki-Nya’ atau hadits-hadits lain semisalnya. Berkata Abdullah, “Kita beriman kepadanya dan membenarkannya; tanpa bertanya bagaimana, apa maknanya, dan tanpa menolak sesuatu pun darinya. Kita tahu bahwa apa yang datang kepada Rasulullah saw. itu haq (jika dengan sanad yang shahih), kita tidak menolak firman-firman-Nya dan tidak pula menyifati Allah lebih dari apa yang Dia sifatkan untuk diri-Nya, tanpa batas dan tanpa ujung. Tiada sesuatu pun yang menyamai-Nya. ”

c. Dari Harmalah bin Yahya berkata, saya mendengar dari Abdullah bin Wahb berkata, saya mendengar dari Malik bin Anas berkata, “Barangsiapa menyifati sesuatu dari dzat Allah -seperti tentang firman Allah, ‘Berkatalah orang-orang Yahudi, ‘Tangan Allah terbelenggu,’ dengan menyilangkan tangannya di leher, dan seperti tentang firman Allah, “Dan Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat,”- dengan menunjuk telinga, mata, atau sebagian dari kedua tangannya, maka ia jatuh dalam kesalahan, karena menyamakan Allah dengan dirinya. Kemudian berkata Malik, ‘Tidakkah engkau mendengar ucapan Al-Barra’ ketika bercerita bahwa Nabi saw. tidak berkurban dengan empat kurban; dengan menunjukkan tangannya sebagaimana Nabi menunjukkan, Berkata Al-Barra’, ‘Tanganku lebih pendek daripada tangan Rasulullah saw.’ Tampaknya At-Barra’ tidak suka menyifati tangan Rasulullah sebagai sikap penghormatan atasnya, padahal beliau saw. juga makhluk. Bagaimana dengan Al-Khaliq yang tiada satu pun yang menyerupai-Nya?”

d. Diriwayatkan dari Abu Bakr Al-Atsram, Abu Amr, dan Abu Abdullah bin Abu Salamah Al-Majisyun, dengan kalimat yang panjang tentang tema ini, lalu mengakhirinya dengan mengatakan, ‘Apapun yang Allah sifatkan untuk diri-Nya dan yang disifati oleh lisan Rasul-Nya, kita menyifatinya dengan itu juga. Kita tidak membebani diri dengan sifat-sifat lain selainnya; tidak ini tidak juga itu. Kita tidak menolak kata yang dipakai untuk menyifati dan tidak juga mencari-cari pengertian yang tidak dituturkan.”

Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- bahwa keterlindungan dalam agama adalah jika engkau berhenti (dalam pembahasan) pada suatu titik di mana engkau dihentikan dan tidak melampaui suatu batas yang telah ditetapkan untukmu. Pilar agama ini, sesungguhnya adalah pengenalan atas yang ma’ruf dan pengingkaran atas yang munkar.

Keterangan apapun tentang sifat Allah yang telah dibentengi dengan ma’rifah; telah memuaskan benak dan hati nurani; yang aslinya dinukil dari Kitab dan Sunah; dan diwarisi pengetahuannya oleh umat, janganlah takut untuk menyebut dan menyifatinya selama sesuai dengan apa yang Allah tetapkan untuk diri-Nya dan janganlah mencari-cari interpretasi dengan mengandalkan kemampuan berpikirmu semata.

Sedangkan apapun yang diingkari olehmu, tidak kau dapatkan dalam Kitab Tuhanmu, dan tidak pula dalam hadits Nabimu, janganlah engkau membebani dirimu untuk mencari-cari kandungan maknanya dengan pikiranmu dan jangan kau sifati ia dengan lisanmu. ‘Diamlah’ tentang sesuatu yang Tuhanmu juga ‘diam’ tentangnya.

Jika engkau mencari-cari ma’rifat akan sesuatu yang tidak Allah sebutkan untuk diri-Nya; seperti menolaknya, membesar-besarkan apa-apa yang telah diingkari oleh para pengingkar, membesar-besarkan keterangan para penyifat terhadap apa-apa yang tidak Allah sifatkan atas diri-Nya, maka -demi Allah- telah terhormatlah kaum muslimin tanpanya. Yakni, mereka yang berma’rifat kepada yang ma’ruf, yang dengan ma’rifatnya itulah dia dikenal; merekalah yang mengingkari kemungkaran, yang dengan kemunkarannya itulah ia diingkari. Mereka mendengar apa yang Allah sifatkan untuk diri-Nya dari Al-Qur’an dan mendapatkannya juga dari lisan Nabi.

Tidaklah hati seorang muslim menjadi sakit dengan menyebut dan menamai dengan keterangan dari-Nya dan tidak pula ia dibebani untuk memberi penyifatan atas kekuasaan-Nya, dan tidak juga yang lain tentang Allah. Apapun Yang Rasulullah saw. sebutkan tentang sifat Tuhannya, ia setingkat dengan apa yang difirmankan Allah tentang diri-Nya.

Adapun orang-orang yang dianugerahi keluasan ilmu pengetahuan adalah mereka yang berhenti (pembicaraannya) pada batas cakrawala ilmunya, yang menyifati Tuhan mereka sebatas dengan keterangan yang datang dari-Nya, yang meninggalkan apa-apa yang tidak dituturkan, yang tidak mengingkari apa-apa yang disebutkan, dan yang tidak mencari-cari penyifatan akan sesuatu yang memang tidak dijelaskan. Karena Allah swt. meninggalkan apa yang ditinggalkan-Nya dan menjelaskan apa yang dijelaskan-Nya.

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya Itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali,” (An-Nisa’: 115)

Semoga Allah swt. menganugerahi kita kearifan dan mempertemukan kita dengan orang-orang yang shalih.

Mazhab Ulama Khalaf Dalam Memahami Ayat dan Hadits Sifat
Telah saya jelaskan di muka bahwa para ulama salaf -semoga Allah meridhai mereka- beriman kepada ayat-ayat dan hadits-hadits sifat sebagaimana adanya dan menyerahkan penjelasan maksudnya kepada Allah swt. dengan keyakinan untuk menyucikan Allah swt. dari penyamaan dengan makhluk-Nya.

Adapun ulama khalaf, mereka berkata, “Kami menetapkan bahwa makna-makna kata dalam ayat-ayat dan hadits-hadits ini tidak dikehendaki lahirnya. Atas dasar itu, ia boleh-boleh saja dita’wil, dan tidak ada larangan. Mereka pun menta’wil ‘wajah’ dengan dzat, ‘tangan’ dengan kekuasaan, dan semisalnya, dengan tujuan memalingkannya dari tasybih. Berikut adalah contoh-contohnya:

1. Berkata Abu Farj bin Al-jauzi A]-Hanbali dalam bukunya Daf’u Syu’batit Tasybih, Allah berfirman,

وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ

“Dan tetaplah wajah Tuhanmu.” (Ar-Rahman: 27)

Berkata para ahli tafsir, “Yakni tetaplah Tuhanmu.” Mereka juga berkata tentang firman Allah,

يُرِيدُونَ وَجْهَهُ

“Mereka menginginkan wajah-Nya,” (Al-An’am: 52)

sebagai “Menginginkan-Nya”.

Berkata Adh-Dhahhak dan Abu Ubaidah tentang ayat,

كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ

“Segala sesuatu itu hancur kecuali wajah-Nya,” (Al-Qashash: 88)

bahwa ia berarti: “Segala sesuatu hancur, kecuali Dia”.

Di awal buku dinukilkan keterangan tambahan tentang penolakan atas orang yang berkata bahwa pengambilan makna secara tekstual bagi ayat dan hadits adalah mazhab ulama salaf Ringkasan dari apa yang dikatakan adalah, “Pengambilan makna ayat secara tekstual adalah sikap, tajsim dan tasybih, karena pengertian tekstual ayat itulah pengertian dasar yang dimaksud. Tidak ada makna hakiki atas kata ‘tangan’ kecuali anggota tubuh yang berupa tangan. Demikian seterusnya.

Adapun ulama salaf, mereka sebenarnya tidak mengambil makna ayat secara tekstual, namun mereka hanya diam tanpa komentar terhadapnya. Ia juga berpendapat bahwa penamaan ayat danhadits ini dengan ‘ayat-ayat sifat dan hadits-hadits sifat’ adalah penamaan yang bid’ah, tidak ada dalam Kitab dan Sunah. Tentu saja penamaan itu bukan dengan pengertian hakiki, namun hanya penyandaran semata. Banyak sekali dalil yang diungkapkan untuk mendukung ini, namun tidak mungkin dipaparkan di sini.

2. Berkata Fakhruddin Ar-Razi dalam bukunya Asasut Taqdis, “Ketahuilah bahwa teks-teks Al-Qur’an tidak mungkin dipahami secara tekstual karena beberapa hal:

Pertama, seperti firman Allah swt.,

وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي

“Dan supaya kamu diasuh di mata (di bawah pengawasan)-Ku,” (Thaha: 39)

Jika dipahami secara tekstual mengandung makna bahwa Musa berada dan menempel di mata Allah itu dan bahkan mengungguli-Nya. Tentu saja pengertian ini tidak dipahami oleh seorang pun yang berakal sehat.

Kedua, firman-Nya,

وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا

“Dan buatlah bahtera itu dengan banyak mata (pengawasan) dan petunjuk Kami,” (Hud: 37)

Mengandung pengertian bahwa alat untuk menciptakan bahtera itu adalah mata itu sendiri.

Ketiga, bahwa penetapan kata “a’yun” (banyak mata) untuk satu wajah adalah buruk sekali. oleh karenanya harus dita’wil, yakni dengan mencari kemungkinan -bagi kata ini- dengan kata yang lain, secara sangat hati-hati.

3. Berkata Imam Ghazali di juz pertama dari bukunya Ihya’ Ulumuddin, tatkala berbicara tentang penisbatan ilmu zahir kepada ilmu bathin dan pembagian apa-apa yang diakibatkan olehnya, juga tentang ta’wil dan bukan ta’wil. Pembagian yang ketiga adalah sesuatu yang jika disebut secara apa adanya, dapat dipahami dan tidak ada bahayanya. Namun demikian, ia dikiaskan untuk menimbulkan kesan makna lebih nyata dan agar kejadiannya dapat ditangkap oleh benak pendengar secara. lebih transparan. Misalnya sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya masjid itu mengkerut karena dahak, sebagaimana mengkerutnya kulit karena api. “28) Artinya, masjid yang dimensi ruhnya demikian agung akan terkotori dengan dahak. Makna kesucian masjid yang dikotori oleh dahak diibaratkan sebagai kulit yang terbakar api. Sementara engkau melihat bahwa lantai masjid tetaplah utuh dengan adanya dahak itu. juga sebagaimana sabdanya yang lain, “Tidakkah takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, bahwa Allah akan mengubah kepalanya dengan kepala keledai. “29) Tentu, dari dimensi bentuk ia tidaklah berubah sama sekali, namun dari dimensi makna bisa saja terjadi. Karena kepala keledai di sini tidaklah yang sebenarnya, tetapi yang dimaksud adalah karakternya; yakni pandir dan bodoh. jadi, barangsiapa mengangkat kepalanya sebelum imam, kepalanya seperti kepala keledai dalam pengertian karakter bodoh dan pandirnya. Yang dimaksud di sini adalah kandungan, bukan bentuknya. Kita memahami Iahiriyah makna kata dengan pemahaman lain harus dengan dahi syar’i dan dalil logika. Secara logika, sering kita memahami kandungan lahirnya suatu kata yang tidak mungkin, sebagaimana sabda Rasul saw., “Hati seorang mukmin itu ada di antara dua jari dari jari-jari (Allah) yang Rahman. ‘30) Karena jika kita periksa hati orang mukmin, jelas tidak ada di sana jari Allah itu. Dengan begitu kita tahu bahwa ia adalah kiasan dari qudrah (kekuasaan), yang ia adalah rahasia dan ruh jari yang tersembunyi. Dikiaskannya kekuasaan dengan jari karena yang demikian adalah realitas yang paling mudah untuk dipahami tentang totalitas kekuasaan.

Kami juga sudah banyak menukilkan pendapat serupa ini di tempat lain dan apa yang saya sebutkan ini agaknya telah cukup.

Sampai di sini jelaslah di hadapanmu pandangan salaf dari khalaf. Dahulu, dua pandangan ini menjadi obyek pembahasan dan penyebab perselisihan yang sangat serius di kalangan para ulama ilmu kalam. Masing-masing pendukung menyodorkan dalil dan argumentasinya. Sebenarnya, jika engkau membahasnya dengan teliti, jarak perbedaan antara dua pandangan ini tidaklah demikian lebarnya, jika saja masing-masing pihak melepaskan sikapnya yang berlebihan. Pembahasan bidang ini, kalaupun diperbincangkan dengan panjang lebar, tidak pernah sampai kecuali kepada satu kesimpulan: tafwidh (penyerahan) kepada Allah swt. Inilah yang akan kami terangkan, insya Allah.

Antara Salaf dan Khalaf
Engkau telah mengetahui bahwa mazhab salaf mengenai ayat-ayat dan hadits-hadits yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah swt. adalah mengikuti saja apa yang disebutkan tentangnya, tanpa tafsir dan ta’wil. Sedangkan mazhab khalaf, mereka menta’wilnya dengan sesuatu yang tidak menodai kesucian Allah, seperti menyamakan-Nya dengan makhluk. Engkau tahu bahwa perbeclaan pendapat dalam hal ini sangat keras antara dua kubu, sehingga menyebabkan lontaran berbagai julukan satu sama lain kepada lawannya dengan julukan yang mengandung fanatisme buta.

Berikut ini penjelasannya dari berbagai sudut:

Pertama, kedua kelompok ini sepakat dalam hal menyucikan Allah dari penyamaan dengan makhluk-Nya.

Kedua, semua sepakat bahwa maksud dari kata-kata dalam teks Al-Qur’an maupun hadits Nabi tentang hak-hak Allah bukanlah apa yang tersurat di lahirnya, sebagaimana jika dinisbatkan kepada makhluk. Hal ini berpengaruh kepada sikap sepakat mereka untuk menafikan tasybih.

Ketiga, semua pihak mengetahui bahwa lafal itu diletakkan untuk mengungkapkan sesuatu yang membersit dalam benak dari hal-hal yang berhubungan dengan pemilik bahasa. Bahasa -betapa pun luasnya- tidak dapat menjangkau sesuatu yang tidak bisa dipahami hakekatnya oleh pemilik bahasa, Hakekat lafal yang berhubungan dengan dzat Allah termasuk dalam pengertian ini. Bahasa memiliki kelemahan untuk menjelaskan kandungan hakekat ini dengan lafal-lafalnya. Penetapan dan pembatasan makna untuk lafal serupa ini adalah sesuatu yang membahayakan.

Jika sudah ditetapkan yang demikian ini, maka antara salaf dan khalaf sebenarnya sepakat -secara prinsip- atas keharusan ta’wil, Perbedaan di antara keduanya hanya bahwa khalaf menambahkan pembatasan makna yang dikandung dengan tetap menjaga kesucian Allah dengan maksud menjaga aqidah orang awam dari keterjerumusan dalam tasybih. Perbedaan semacam ini sebenarnya tidak sampai melahirkan guncangan.

Tarjih Mazhab Salaf
Kami berkeyakinan bahwa pendapat salaf -yakni diam dan menyerahkan kandungan makna kepada Allah- itu lebih utama, dengan memotong habis ta’wil dan ta’thil (penafian). Jika engkau adalah salah satu dari orang yang Allah bahagiakan hatinya dengan ketenangan iman dan yang Allah sejukkan dadanya dengan embun keyakinan, janganlah mencari ganti selainnya, Bersamaan dengan itu, kami juga meyakini bahwa ta’wil-ta’wil kaum khalaf tidak mengharuskan jatuhnya vonis kekafiran dan kefasikan atas mereka dan tidak pula menjadikan munculnya pertikaian berlarut-larut antara mereka dan selainnya, dahulu maupun sekarang. ‘Dada’ lslam sesungguhnya lebih lapang dari pada ini semua. Orang yang paling tegar berpegang kepada pendapat salaf, yakni imam Ahmad bin Hanbal, pernah pula kembali kepada ta’wil dalam sejumlah tempat. Antara lain ta’wil hadits, “Hajar aswad adalah ‘tangan kanan’Allah di muka bumi, ” hadits, “Hati seorang mukmin itu ada di dua jari dari jari-jari (Allah) yang Rahman, ‘ dan hadits, “Sesungguhnya saya mendapatkan Zat Rahman dari arah Yaman. “

Saya mendapatkan pada diri Imam Nawawi -semoga Allah meridhainya- ada pandangan yang dapat mendekatkan jarak perbedaan antara dua pendapat yang ticlak seharusnya menimbulkan pertikaian, apalagi khalaf sudah membatasi dirinya dalam menta’wil dengan bingkai syariat dan logika, sehingga tidak bertabrakan dengan salah satu ushul agama ini.

Berkata Ar-Razi dalam bukunya Asasut Taqdis, “Kemudian, Jika kami membolehkan ta’wil, niscaya kita akan disibukkan untuk membuat ta’wil-ta’wil tersebut secara detail. Jika kita tidak membolehkannya, kita serahkan kepada Allah swt. Inilah aturan global yang dapat dijadikan sandaran dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat.”

Ringkasnya, ulama khalaf dan salaf telah sepakat bahwa kandungan maksud itu bukan lahirnya lafal sebagaimana yang dikenal untuk disandarkan kepada makhluk. Ia adalah ta’wil secara global. Mereka juga sepakat bahwa semua bentuk ta’wil, jika bertentangan dengan ushul syari’ah itu tidak boleh. Perbedaan hanya terbatas pada perbedaan lafal yang masih dibenarkan oleh syara’; dan itu sederhana saja sebagaimana engkau lihat, juga hal yang para salaf sendiri sering merujuk kepadanya,

Persoalan penting yang semestinya harus ditegakkan oleh kaum muslimin sekarang adalah tauhidush shufuf (penyatuan barisan) dan jam’ul kalimah (menghimpun kata) sedapat yang bisa kita lakukan.

Cukuplah Allah bagi kami, dan ia adalah sebaik-baik pelindung.
1) Dia adalah Abu Bakar Dalf Bin Jahdar Asy-Syubli. Abul Qasim Al-Qusyairi berkata, -Beliau lahir dan tumbuh di Baghdad, bersahabat dengan Junaid (seorang ulama sufi terkenal, pent.) dan ulama lain sezamannya.”

2) Berkenaan dengan sabda Rasulullah “seratus kurang satu”, Al-Hafidz nona Hajar A]-Asqalani dalam kitabnya Syarhul Bukhari berkata. “Sekelompok ulama hikmah berkata terkait dengan sabda Rasul ’seratus kurang satu setelah sembilan puluh sembiian, ‘bahwa hal itu untuk lebih meyakinkan setiap orang yang mendengar, antara dua sisi global dan rinci, atau upaya untuk mencegah kesalahan, baik salah tulisan maupun salah dengar,”

3) Sabda Rasulullah “dan Allah itu witr ” artinya bahwa Allah swt. itu Mahatunggal, tidak ada tandingan dan tidak pula keragaman dalam dzat-Nya. Sementara itu Sabda Rasulullah “(Dia) mencintai yang witr”, Imam Al-Qurthubi berkata, “Makna yang tampak, witr di sini untuk menunjukkan jenis, karena fidak ada makna lain yang membawa ke sana. Maka artinya di sini adalah bahwa Allah itu mencintai setiap witr yang disyariatkan-Nya. Dan makna kecintaan Allah kepada witr adalah bahwa Dia memerintahkan untuk berbuat witr dan memberi pahala. Makna tadi boleh untuk diterapkan kepada semua yang witr dari makhluk-makhiuk-Nya. Atau makna dari kecintaan Allah kepada yang witr adalah bahwa Dia menspesifikasikan witr tadi untuk sebuah hikmah yang hanya Dia yang Labu. Dan ada kemungkinan yang dimaksudkan adalah shalat witr itu sendiri, meskipun tidak disebut secara khusus, Setelah itu beliau berkata lagi, “Namun menurut saya ada pendapat lain, yakni bahwa witr di sini berarti tauhid Maka arti hadits tadi bahwa Allah swt. dalam dan, kesempurnaan, dan af’al-Nya itu tunggal dan mencintai yang tunggal. Artinya bahwa hendaklah Allah itu diesakan dan diyakini keesaan-Nya dalam uluhiyyah, tanpa campur tangan makhluk-Nya.” Dengan begitu, mulai awal sampai akhir hadits telah dijelaskan. Wallahu a’lam.

4) An-Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan, “Artinya jangan mencela yang menyebabkan terjadinya peristiwa. Jika kalian mencela yang menyebabkan terjadinya peristiwa, maka sama saja celaan itu tertuju pada Allah. Karena Allahlah yang menyebabkan dan menurunkan peristiwa tadi. Sedangkan masa atau zaman, mereka sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanyalah salah satu dari sekian makhluk Allah.

5) “Sungguh, orang itu lelah berdoa kepada Allah dengan asma-Nya yang agung. Ath-Thayyibi berkata, “Hadits ini merupakan argumentasi bahwa Allah itu memiliki asma yang a’zham, yang jika kita berdoa dengannya Allah akan mengabulkan dan jika kita memohon dengannya, Allah akan memberi. Asmaasma itu tertera dalam hadits ini. Ini sekaligus merupakan bantahan bagiorang yang mengatakan bahwa setiap asma yang disebut dengan keikhlasan penuh dan berpaling dari selain-Nya adalah asma Allah yang a’zham, karena tidak ada kemuliaan bagi huruf-huruf itu. Disebutkan pula dalam hadist-hadits lain yang senada dengan hadits tadi, di mana di sana terdapat asma-asma yang tidak terdapat dalarn hadits ini, hanya saja lafadz Allah terdapat pada sernuanya. Maka dengan begitu bisa diambil dalil bahwa itu adalah asma Allah yang a’zham,

6) “Nabi Muhammad saw. masuk masjid, sementara ia mendapati seseorang telah melakukan shalat,” An-Nawawi berkata, “Al-Khathib berkata, ‘Orang itu adalah Abu ‘Ayyasy Zaid bin Ibn Ash-Shamit Al-Anshari Az-Zauqi.’”

7) “Dalam tiga kegelapan”, yakni kegelapan malam, kegelapan perut ikan, dan kegelapan dalam samudera.

8) Imam Nawawi berkata, “Makna hadits secara zhahir (tekstual) adalah bahwa Rasulullah saw. memerintahkan untuk menangkal bersitan-bersitan yang ada dalam benak (tentang siapa pencipta Allah) dengan cara berpaling dan menolaknya tanpa argumentasi atau analisa dalam membuktikan kesalahannya. Dia berkata, ‘Terkait dengan makna ini, maka bersitan-bersitan itu dibagi dua, ada-pun bersitan yang tidak mapan (yang datang begitu saja) dan tidak dikarenakan adanya syubhat yang terjadi, maka bersitan ini harus ditangkal dengan cara berpaling begitu saja (tanpa pembuktian). Bersitan semacam inilah yang disebutkan dalam hadits di atas. Bersitan semacam ini atau yang sejenisnya dinamakarn was-was. Jadi, ketika bersitan itu datang begitu saja secara tiba-tiba dan tanpa sebab yang mendasarinya, maka itu harus ditangkal tanpa analisa dan argumentasi, karena tidak ada yang bisa dianalisa. Sedangkan bersitan-bersitan yang mapan, yang terjadi karena syubhat, maka itu tidak mungkin ditangkal kecuali dengan argumentasi atau analisa dalam pembuktian kesalahannya.

9) Maksudnya adalah dzat-Nya. Berkata Zamakhsyari, “Kata ‘wajah’ itu mengungkapkan maksud keseluruhan dan eksistensi. Orang-orang miskin Makkah berkata, ‘Manakah wajah-wajah Arab yang dermawan itu, yang akan menyelamatkan diriku dari kematian?’”

10) Maksudnya, ia terdidik di bawah asuhan dan penjagaan-Ku.

11) Maksudnya “dengan pengawasan-Ku. ” Berkata Rabi’ bin Anas, “Dengan pengawasan dari-Kami, pengawasan dzat yang Maha Melihat.” Berkata Ibnu Abbas, “Dengan penjagaan Kami.”

12) Maksudnya, Allah mengawasi bai’at mereka lalu membalasnya dengan pahala-Nya.

13) Tangan terbelenggu dan terbuka, sebuah kiasan akan sifat kikir dan dermawan.

14) Maksudnya, Allah mencipta semua itu sendirian, tanpa sekutu dan penolong.

15) Artinya, Allah memperingatkan kalian akan adanya siksa yang datang dari sisi-Nya.

16) Maksudnya, apa-apa yang ada pada lingkup pengetahuan-Nya yang Mahaluas.

17) ‘Arsy itu singgasana Allah. Terming bersemayam (istiwa’), berkata Abu Hasan AI-Asy’ari dan yang lain, “Bersemayam di ‘Arsy tanpa batasan cam dan sifatnya sebagaimana bersemayamnya makhluk.”

18) “Di atas” di sini lebih pada konteks kekuasaan dan kemenangan, yakni mereka di bawah dominasi-Nya, bukan “di atas” dalam konteks tempat. Persis sebagaimana dikatakan bahwa raja ada di atas rakyatnya, yakni lantaran kekuasaan dan dominasinya.

19) “Yang di langit”, maksudnya adalah kekuasaan-Nya. Berkata Qurthubi, “Disebutkan dengan kata ‘langit’ meskipun yang dimaksud adalah kekuasaan secara menyeluruh, sebagai peringatan bahwa Tuhan, yang terjelmalah kekuasaan-Nya di langit, Dia juga yang diagung-agungkan di bumi.

20) Maksudnya, diketahui oleh Allah swt

21) Orang-orang kafir yang menyifati Allah dengan sifat-silat yang tidak layak dinisbatkan kepada Allah; misalnya tentang sekutu, serta tentang beranak dan diperanakkan, di samping itu juga mendustakan-Nya.

22) Yakni ruh yang dimiliki dan dicipta oleh Allah; yaitu ruh Isa as.

23) Maksudnya adalah perintah dan keputusan-Nya.

24) Yakni dengan bentuk Adam as. Berkata Hafidz Al-Asqalani, “Maknanya, bahwa Allah swt. menciptakannya pertama kali sudah dalam bentuknya yang sempurna tanpa harus melalui tahapan pertumbuhan dan tidak pula tahapan kandungan dalam rahim sebagaimana anak cucunya. Dengan kata lain, Allah menciptakan Adam semenjak ruh ditiupkan sudah dalam keadaan sebagai lelaki yang sempurna dan sehat.”

25) Berkata Az-Zamakhsyari, “Meletakkan telapak kaki pada sesuatu seperti untuk menekan dan mencegah. Sepertinya Dia berkata, ‘Datanglah perintah Allah untuk mencegahnya dari meminta tambahan, maka ia pun terhalangi.”

26) Berkata An-Nawawi, “Berkata Al-Mazari, ‘Gembira itu mendatangkan keridhaan. Yang dimaksud di sini bahwa Allah swt. ridha terhadap taubat hambaNya lebih dalam daripada orang yang menemukan hartanya yang hilang. Hadits itu menyebut keridhaan dengan kata ‘gembira’ untuk menegaskan makna ridha itu di telinga pendengamya, juga untuk menunjukkan makna superlatifnya.’”

27) Tentang hadits, “Sesungguhnya masjid itu mengkerut.., ., ” berkata Az-Zabidi di Syarah Ihya’ bahwa Al-Iraqi berkata. “Saya tidak menjumpai adanya ketersambungan hadits ini dengan Rasulullah. Ia hanya kata-kata Abu Hurairah dan riwayat lbnu Abi Syaibah dalam bukunya.” Saya katakan, “Diriwayatkan juga oleh Abdurrazzaq dengan sanad sampai Rasulullah dengan riwayat Abu Hurairah. Dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah juga diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. melihat dahak di masjid di arah kiblat, lalu beliau bersabda, ‘Siapa di antara kalian yang tengah menghadap Tuhannya berdahak di hadapannya? Apakah ia mau didahaki mukanya ketika sedang bertatap muka?”‘

28) HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah

29) HR. Muslim dari Abdullah bin Umar

al-ikhwan.net

Tidak ada komentar

Leave a Reply