Menuju Kebangkitan
Abul Ezz
Rabu, 09 Desember 2009

Rasulullah sangat bersedih ketika paman dan istri tercintanya wafat dalam waktu yang berdekatan. Orang yang selama ini membela dakwahnya pergi untuk selamanya. Sikap Quraisy-pun hari demi hari semakin keras. Rasulullah mencari kabilah lain untuk menawarkan Islam dan meminta kesiapan mereka membela dakwah Islam. Dia pergi ke Thaif ditemani Zaid bin Haritsah dengan berjalan kaki yang ditempuh dalam dua hari perjalanan. Bukan sambutan hangat yang mereka dapatkan tetapi lemparan batu dan caci maki. Ketika pulang kembali ke Mekah, Dia baru bisa masuk kota Mekah setelah menyewa keamanan dari Muth’im bin ‘Adi, seorang musyrik Quraisy yang ketika itu bersedia memberikan jaminan keamanan sehingga beliau masuk kota Mekah dengan selamat.
Thaif tidak bisa diharapkan sementara Quraisy semakin menambah frekwensi tekanan dan penolakannya terhadap dakwah Nabi. Kemudian Rasulullah mulai melirik kepada kabilah-kabilah yang selalu datang pada musim haji di Mekah, dengan menawarkan risalah Islam dan meminta kesediaan kabilah tersebut untuk membela dakwahnya.
Berbagai macam kabilah didatanginya untuk mengenalkan indahnya agama baru yang sempurna ini. Agama yang meluruskan segala kesalahan dan penyelewangan yang terjadi pada agama sebelumnya yang dibawa oleh Nabi Musa dan Nabi Isa. Dia mendatangi kabilah Ghassan, Fizarah, Murrah, Sulaim, Abs, Nashr, Tsa’labah, Harits bin Ka’ab, Uzrah, Qais, Muharib, Hanifah dan kabilah lainya. Namun tak satu kabilahpun menerima Islam dan siap membela dakwahnya.
Sampailah Rasulullah di perkemahan bani Syaiban. Abu bakar yang ketika itu menemani Rasulullah bertanya kepada bani syaiban tentang jumlah dan kekuatan militer mereka. Ternyata Syaiban adalah sebuah kabilah besar yang berjumlah lebih dari seribu orang dan kuat dalam bidang militer. Rasulullah menawarkan Islam kepada mereka dan kesiapan mereka untuk membela dakwah Islam. Namun ketika itu pimpinan Syaiban, Hani’ bin Qabishah, Nu’man bin Syuraiq dan Mutsanna bin Haritsah menolak tawaran tersebut, karena mereka dalam masa perjanjian persahabatan dengan Persia. Mereka hanya menyanggupi untuk membela dakwah Islam dari kabilah-kabilah Arab. Dan tidak siap membela Islam dari negara adidaya masa itu seperti Persia dan Romawi.
Dalam diplomasi politik, orang akan menerima tawaran yang menggiurkan ini. Karena Syaiban siap membantu kepentingan dakwah Islam dari permusuhan kabilah Arab. Namun seorang politisi Islam sejati akan mementingkan dakwah dan keselamatan dakwah tersebut dari berbagai tekanan dan tantangan apapun. Walaupun yang akan mereka hadpai adalah negara adidaya dan super power dunia. Politikus Muslim sejati itu akan melakukan trik seperti yang dilakukan Rasulullah, Ketika mendatangi bani syaiban, Rasulullah Saw menolak tawaran mereka dengan seraya mengatakan “Maka sesungguhnya agama Allah Swt, tidak akan bisa menolongnya kecuali orang yang memahami seluruh sisi agama ini”.
Disini Rasulullah menggariskan sebuah kaidah penting bahwa agama ini tidak akan bisa tegak berdiri mencapai kejayaannya, apabila tidak dimasuki dari berbagai segi. Tanpa memisahkan antara Ibadah, Akidah, Ekonomi, Politik, Militer dan lainya. Karena Islam adalah sebuah Syari’at yang mengatur segala bentuk kehidupan manusia. Islam adalah Negara dan tanah air atau pemerintahan dan umat. Islam itu adalah Akhlak dan kekuatan atau rahmat dan keadilan. Dia adalah Wawasan dan udang-undang atau ilmu pengetahuan dan peradilan. dan dia adalah materi dan harta atau ekonomi dan kekayaan. Dia juga adalah jihad dan dakwah atau militer dan idiologi, sebagaimana Islam itu adalah akidah dan ibadah yang benar, yang semuanya itu sama tampa ada perbedaan dalam Islam.
Allah berfirman “…Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al-kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat”. (QS. Al-Baqarah : 85). Karena Islam adalah sebuah tatanan yang syamil dan kamil (QS Al-Baqarah : 208, QS An-Nahl : 89).
Tidak heran bila Rasulullah menolak tawaran bani Syaiban meskipun itu menggiurkan. Atas pondisi inilah para sahabat dibina dan ditarbiyah di Mekah dan Madinah. Disiapkan untuk hari-hari yang sulit dan membutuhkan pengorbanan. Menjadikan mereka orang yang sabar dalam berbagai kondisi dan berjuang sebagai seorang mujahid di berbagai medan jihad. Mereka siap membela Islam dari kabilah Arab, Persia dan Romawi atau apapun nama negara adidaya tersebut. Mereka menyebarkan Islam dan mengukuhkan pemerintahannya tanpa ada penolakan sedikitpun terhadap perintah Allah. Semua ini dibentuk oleh Rasulullah dengan tarbiyah yang dilakukan di Dar Al-Arqam bin Abi Al-Arqam.
Dari madrasah ini keluar Abu Bakar sebagai seorang khalifah yang mampu menggetarkan Persia dan Romawi. Melahirkan Umar bin Khatthab yang bisa memperluas Islam ke perbatasan China di timur sampai ke Maroko di barat. Dari sini juga lahir Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan sahabat lainnya yang menundukkan manusia untuk beribadah hanya kepada Allah, Tuhan yang sesungguhnya . Mereka adalah orang yang mampu merubah dunia dengan sabar, Di perintah berinfak mereka berinfaq, menyambung silaturahmi, berjihad memerangi musuh, mendakwahkan Islam, dan apapun perintah Allah mereka siap melakukanya meski dalam kondisi berat atau ringan, lapang atau susah.
Kita bisa bertanya sampai dimana kita membina diri, meperbaiki orang lain, sejauh mana kita memperjuangkan dakwah Islam, berperan menegakkan syariat Allah.
Terasa begitu banyak kekurangan. Kita tidak pernah memikirkan saudara muslim lainnya, tidak pernah berencana untuk menghancurkan musuh-musuh Islam. Pernahkah kita berfikir peran apa yang kita lakukan untuk menegakkan agama Allah dan syariat-Nya di bumi yang tiga perempat penduduknya menyembah selain Allah. Jangankan dunia yang luas, pernahkan kita berfikir untuk menegakkan syariat Allah di negara kita, atau paling kurang di lingkungan tempat kita hidup. Jangankan berperan, tanpa disadari kadang kita menghalangi tegaknya syariat Allah itu, karena tidak mengambil Islam itu secara kaffah dan integral, berburuk sangka terhadap orang yang berusaha menegakkan syari’at-Nya atau bahkan menyampaikan tuduhan yang tidak berdasar kepada mereka. Seharusnya kita mempu menyatukan langkah, bekerja sama meskipun dalam wadah yang berbeda.
Kesempatan itu hanya sekali. Kereta api Islam akan tetap berjalan menuju kejayaan yang telah dijanjikan untuk umat ini. Di depan kita gerbang perubahan menuju kebangkitan itu selalu terbuka. Mampukah kita mengambil bagian untuk kejayaan yang dijanjikan itu?!. Beranikah kita mengatakan “Ya untuk Islam” dan “tidak untuk kekufuran”. Atau kita hanya menjadi manusia yang tidak berguna bagi Islam. Pilihan itu di tangan kita, mau tidak mau Islam akan menang dan jaya. Memang surga adalah tempat yang layak bagi mereka yang mau berjuang dan berkorban.
Saifuddin Quthuz berkata di tengah berkecamuknya perang melawan Tatar : “...Man lil Islam in lam nakun nahnu”. “...Siapalagi yang akan menolong Islam kalau bukan kita”. Wallahu a’lam.
Oleh : Saud Alba

Rasulullah sangat bersedih ketika paman dan istri tercintanya wafat dalam waktu yang berdekatan. Orang yang selama ini membela dakwahnya pergi untuk selamanya. Sikap Quraisy-pun hari demi hari semakin keras. Rasulullah mencari kabilah lain untuk menawarkan Islam dan meminta kesiapan mereka membela dakwah Islam. Dia pergi ke Thaif ditemani Zaid bin Haritsah dengan berjalan kaki yang ditempuh dalam dua hari perjalanan. Bukan sambutan hangat yang mereka dapatkan tetapi lemparan batu dan caci maki. Ketika pulang kembali ke Mekah, Dia baru bisa masuk kota Mekah setelah menyewa keamanan dari Muth’im bin ‘Adi, seorang musyrik Quraisy yang ketika itu bersedia memberikan jaminan keamanan sehingga beliau masuk kota Mekah dengan selamat.
Thaif tidak bisa diharapkan sementara Quraisy semakin menambah frekwensi tekanan dan penolakannya terhadap dakwah Nabi. Kemudian Rasulullah mulai melirik kepada kabilah-kabilah yang selalu datang pada musim haji di Mekah, dengan menawarkan risalah Islam dan meminta kesediaan kabilah tersebut untuk membela dakwahnya.
Berbagai macam kabilah didatanginya untuk mengenalkan indahnya agama baru yang sempurna ini. Agama yang meluruskan segala kesalahan dan penyelewangan yang terjadi pada agama sebelumnya yang dibawa oleh Nabi Musa dan Nabi Isa. Dia mendatangi kabilah Ghassan, Fizarah, Murrah, Sulaim, Abs, Nashr, Tsa’labah, Harits bin Ka’ab, Uzrah, Qais, Muharib, Hanifah dan kabilah lainya. Namun tak satu kabilahpun menerima Islam dan siap membela dakwahnya.
Sampailah Rasulullah di perkemahan bani Syaiban. Abu bakar yang ketika itu menemani Rasulullah bertanya kepada bani syaiban tentang jumlah dan kekuatan militer mereka. Ternyata Syaiban adalah sebuah kabilah besar yang berjumlah lebih dari seribu orang dan kuat dalam bidang militer. Rasulullah menawarkan Islam kepada mereka dan kesiapan mereka untuk membela dakwah Islam. Namun ketika itu pimpinan Syaiban, Hani’ bin Qabishah, Nu’man bin Syuraiq dan Mutsanna bin Haritsah menolak tawaran tersebut, karena mereka dalam masa perjanjian persahabatan dengan Persia. Mereka hanya menyanggupi untuk membela dakwah Islam dari kabilah-kabilah Arab. Dan tidak siap membela Islam dari negara adidaya masa itu seperti Persia dan Romawi.
Dalam diplomasi politik, orang akan menerima tawaran yang menggiurkan ini. Karena Syaiban siap membantu kepentingan dakwah Islam dari permusuhan kabilah Arab. Namun seorang politisi Islam sejati akan mementingkan dakwah dan keselamatan dakwah tersebut dari berbagai tekanan dan tantangan apapun. Walaupun yang akan mereka hadpai adalah negara adidaya dan super power dunia. Politikus Muslim sejati itu akan melakukan trik seperti yang dilakukan Rasulullah, Ketika mendatangi bani syaiban, Rasulullah Saw menolak tawaran mereka dengan seraya mengatakan “Maka sesungguhnya agama Allah Swt, tidak akan bisa menolongnya kecuali orang yang memahami seluruh sisi agama ini”.
Disini Rasulullah menggariskan sebuah kaidah penting bahwa agama ini tidak akan bisa tegak berdiri mencapai kejayaannya, apabila tidak dimasuki dari berbagai segi. Tanpa memisahkan antara Ibadah, Akidah, Ekonomi, Politik, Militer dan lainya. Karena Islam adalah sebuah Syari’at yang mengatur segala bentuk kehidupan manusia. Islam adalah Negara dan tanah air atau pemerintahan dan umat. Islam itu adalah Akhlak dan kekuatan atau rahmat dan keadilan. Dia adalah Wawasan dan udang-undang atau ilmu pengetahuan dan peradilan. dan dia adalah materi dan harta atau ekonomi dan kekayaan. Dia juga adalah jihad dan dakwah atau militer dan idiologi, sebagaimana Islam itu adalah akidah dan ibadah yang benar, yang semuanya itu sama tampa ada perbedaan dalam Islam.
Allah berfirman “…Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al-kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat”. (QS. Al-Baqarah : 85). Karena Islam adalah sebuah tatanan yang syamil dan kamil (QS Al-Baqarah : 208, QS An-Nahl : 89).
Tidak heran bila Rasulullah menolak tawaran bani Syaiban meskipun itu menggiurkan. Atas pondisi inilah para sahabat dibina dan ditarbiyah di Mekah dan Madinah. Disiapkan untuk hari-hari yang sulit dan membutuhkan pengorbanan. Menjadikan mereka orang yang sabar dalam berbagai kondisi dan berjuang sebagai seorang mujahid di berbagai medan jihad. Mereka siap membela Islam dari kabilah Arab, Persia dan Romawi atau apapun nama negara adidaya tersebut. Mereka menyebarkan Islam dan mengukuhkan pemerintahannya tanpa ada penolakan sedikitpun terhadap perintah Allah. Semua ini dibentuk oleh Rasulullah dengan tarbiyah yang dilakukan di Dar Al-Arqam bin Abi Al-Arqam.
Dari madrasah ini keluar Abu Bakar sebagai seorang khalifah yang mampu menggetarkan Persia dan Romawi. Melahirkan Umar bin Khatthab yang bisa memperluas Islam ke perbatasan China di timur sampai ke Maroko di barat. Dari sini juga lahir Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan sahabat lainnya yang menundukkan manusia untuk beribadah hanya kepada Allah, Tuhan yang sesungguhnya . Mereka adalah orang yang mampu merubah dunia dengan sabar, Di perintah berinfak mereka berinfaq, menyambung silaturahmi, berjihad memerangi musuh, mendakwahkan Islam, dan apapun perintah Allah mereka siap melakukanya meski dalam kondisi berat atau ringan, lapang atau susah.
Kita bisa bertanya sampai dimana kita membina diri, meperbaiki orang lain, sejauh mana kita memperjuangkan dakwah Islam, berperan menegakkan syariat Allah.
Terasa begitu banyak kekurangan. Kita tidak pernah memikirkan saudara muslim lainnya, tidak pernah berencana untuk menghancurkan musuh-musuh Islam. Pernahkah kita berfikir peran apa yang kita lakukan untuk menegakkan agama Allah dan syariat-Nya di bumi yang tiga perempat penduduknya menyembah selain Allah. Jangankan dunia yang luas, pernahkan kita berfikir untuk menegakkan syariat Allah di negara kita, atau paling kurang di lingkungan tempat kita hidup. Jangankan berperan, tanpa disadari kadang kita menghalangi tegaknya syariat Allah itu, karena tidak mengambil Islam itu secara kaffah dan integral, berburuk sangka terhadap orang yang berusaha menegakkan syari’at-Nya atau bahkan menyampaikan tuduhan yang tidak berdasar kepada mereka. Seharusnya kita mempu menyatukan langkah, bekerja sama meskipun dalam wadah yang berbeda.
Kesempatan itu hanya sekali. Kereta api Islam akan tetap berjalan menuju kejayaan yang telah dijanjikan untuk umat ini. Di depan kita gerbang perubahan menuju kebangkitan itu selalu terbuka. Mampukah kita mengambil bagian untuk kejayaan yang dijanjikan itu?!. Beranikah kita mengatakan “Ya untuk Islam” dan “tidak untuk kekufuran”. Atau kita hanya menjadi manusia yang tidak berguna bagi Islam. Pilihan itu di tangan kita, mau tidak mau Islam akan menang dan jaya. Memang surga adalah tempat yang layak bagi mereka yang mau berjuang dan berkorban.
Saifuddin Quthuz berkata di tengah berkecamuknya perang melawan Tatar : “...Man lil Islam in lam nakun nahnu”. “...Siapalagi yang akan menolong Islam kalau bukan kita”. Wallahu a’lam.
Oleh : Saud Alba
Tidak ada komentar